Lampu-lampu sorot berputar-putar terang benderang di parkiran gedung Absola yang dari sore sudah mulai dipenuhi oleh kendaraan silih berganti. Satu per satu tamu berdatangan. Ada yang naik mobil pribadi, Grabcar, atau taksi. Semua tampak on point, sesuai tema: chic, masqueraded, dan ‘misterius’, mengenakan koleksi terbaru dari beragam desainer ternama, lokal dan global. Mulai dari high heels merah menyala Fendi, gelang berlian Tiffany, kalung Cartier yang bernilai ratusan juta, atau bahkan miliaran mungkin, gaun hitam D&G yang pernah dipakai Kim K, dan tentunya topeng-topeng mewah yang cukup untuk menutupi secuil wajah-wajah mereka, namun juga cukup untuk membuka sosok-sosok asli di baliknya.
Para sosialita kaya Jakarta yang diundang ke pesta ini tak akan melewatkan kesempatan itu untuk pamer kekayaan. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi mereka selain melihat wajah-wajah iri dalam diam yang terpancar dari kalangan mereka sendiri, beberapa detik setelah mereka cipika-cipiki dengan senyuman paling lebar. Kediaman, ketertegunan dalam satu dua detik itu nilainya jauh lebih berharga dari semua perhiasan, gaun, sepatu, dan tetek bengek mewah lainnya yang mereka pakai. Menciptakan ketertegunan dan kediaman itu adalah inti dari semua parade artifisial yang tak habis-habisnya ini.
Usher penjaga pintu masuk tampak sibuk, dibantu petugas keamanan, memastikan tamu yang diperbolehkan menapakkan kaki ke dalam aula adalah orang-orang yang namanya ada di guests list. Tampak juga beberapa fotografer tak henti-henti memotret mereka dengan latar backdrop minimalis, didominasi warna ungu tua.
Melia turun dari mobil, diikuti oleh Pak Mana dan istri. Fakta bahwa mereka selalu ke mana-mana bersama semakin membuat Chyntia irritated. Bagi dia itu bukti lain kalau Melia masih anak ingusan yang masih perlu selalu berlindung di bawah ketiak Papa. Dan ketika Melia masih sering keceplosan memanggil Mana Papa di depan forum formal, membuat Chyntia makin skeptis.
Ketiganya langsung disambut oleh usher, dibawa ke pintu masuk khusus tanpa harus melewati kerumunan lainnya. Pintu tersebut langsung membawa mereka ke lounge di samping aula.
Tampak Renny sudah menunggu di dalam, sesuai perintah Chyntia. Wajahnya was-was. Selain masih shocked dengan kejadian semalam, ini juga kali pertama dia bertemu dengan Pak Mana, istrinya, dan Melia. Dia tidak ingin melakukan kesalahan bodoh di depan mereka.
Renny memutuskan tidak menceritakan kejadian tadi malam kepada siapa pun, sesuai saran Bagas. Dia juga tidak merespon puluhan WA maupun telpon dari Adam sampai sekarang. Renny merasa ada yang tidak beres dengan cowok tersebut.
“Malam Pak, Bu, Mbak Melia. Saya Renny, yang gantiin Mbak Dania sementara,” sapanya gugup, lalu menjabat tangan mereka satu persatu.
“Saya diminta Bu Chyntia standby di sini, just in case Bapak Ibu butuh sesuatu,” lanjutnya.
Ketiganya duduk di sofa, setelah menyalami gadis itu.
“Dania emang ke mana? Ngurusin yang lain?” tanya Melia.
“U-udah dua hari ini gak ada kabar, kayaknya lagi sakit,” jawab Renny, yang jelas terlihat bingung, takut salah jawab.
“Aneh banget. Dia yang paling sibuk kayaknya untuk nyiapin acara ini selama berminggu-minggu. 3 hari lalu masih ketemu, kayaknya fine-fine aja,” balas Melia, dahinya mengernyit, menatap Renny tajam.
Renny membalas tatapan itu sekilas, sebelum berpaling ke arah pintu, sebelum menunduk diam. Melia bisa merasakan ada sesuatu yang ganjil.
“Chyntia mana? All’s good?” tanya Pak Mana tiba-tiba, membuat Melia mengurungkan niatnay mencecar Renny.
“Hmm, masih sib—"
“Paling masih heboh diurusin dayang-dayangnya untuk urusan remeh temeh. Bajunya lah yang kurang ini, makeupnya lah yang kurang itu. Tipikal,” potong istri Pak Mana, sinis.
Renny tidak tahu harus merespon apa. Suasana seketika jadi makin canggung. Terasa jelas hubungan yang tidak harmonis antara keluarga Pak Mana dan Chyntia.
“Persiapan acara gimana?” tanya Pak Mana, berusaha mengalihkan topik.
“So far aman, Pak,” jawab Renny, sambil menarik nafas perlahan.
Saat bersamaan, tampak Stefan memasuki ruangan itu, dengan wajah lelah, namun memaksa tersenyum selebar yang wajahnya sanggup.
“Pas banget, orang yang in charge datang,” lanjut Renny.
“Hi, Mel. Stunning, as usual. Halo Pak, Bu. Saya pinjam Bapak sebentar ya,” ucap Stefan dengan keriangan yang kentara dibuat-buat, langsung membawa Pak Mana ke sudut lain di lounge itu.
Melia kembali menatap Renny, sebelum menariknya perlahan ke sudut lain ruangan.
“Dania abis diamuk Tante Chyntia ya? Makanya gak datang? Lu bisa jujur kok ke gw. No worry,” cecarnya, setelah berada cukup jauh dari mamanya.
Renny sudah mendengar isu tentang bergabungnya Melia ke Absola, dan bagaimana Chyntia marah besar dengan keputusan tersebut. Jadi dia harus bisa menjawab dengan sangat hati-hati. Dia tahu apa yang sedang dilakukan Melia dengan pertanyaan ini.
“Kayaknya marah-marah biasa aja, Mbak. Standar Bu Chyntialah,” jawab Renny, tersenyum, mencoba meringankan suasana.
“Gak mungkin biasa aja kalau sampai dia ngilang gak ada kabar berhari-hari. Pasti ada apa-apa,” tatapan matanya seakan mampu menembus kedua bola mata Rennys, membuat gadis itu makin tidak nyaman.
Renny melihat ke arah pintu.
“Hmm… Kemaren pagi…” ucapnya, mantanya kembali menatap pintu.
“Ada apa kemaren pagi?” desak Melia.
“Tapi Mbak janji jangan panik dulu dan gak bilang siapa-siapa ya. Aku gak seharusnya cerita ini. Harusnya Bu CHyntia yang infoin ke Mbak dan Pak Mana.”
“Apa?” Melia makin tidak sabar.
“Kemaren pagi pas meeting, Mas Stefan dikirimin video, dari nomor gak dikenal. Isinya agak serem gitu. Tapi gak tau videonya beneran atau cuma prank untuk konten. Di video itu ada orang pake topeng, kayak tema party ini, dan Mbak DANIA… ditikam orang itu berkali-kali, di kamar mandi,” jawab Renny, ujung suaranya hampir tidak terdengar, dengan mata tak lepas dari pintu.
“WHAT?!” Melia memelotot, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Sounds so sick! Siapa yang becandanya norak dan keterlaluan begitu? Obviously bukan Dania sih pastinya… Trus?!” lanjutnya.
“Uda panggil polisi. Mereka datang, cek kamar mandinya, gak ada apa-apa. Bersih, gak ada bekas darah atau yang aneh-aneh. Dan pas videonya mereka minta untuk dianalisa forensik, video itu ilang. Gak ada di message atau di galeri Mas Stefan,” lanjut Renny berbisik, kali ini matanya melirik Stefan yang tampak sibuk di sudut lain.
Melia pun ikut melayangkan pandangannya ke pria itu. Entah bagaimana, Stefan seakan bisa merasakan tatapan keduanya, berhenti sejenak menjelaskan acara ke Pak Mana, menatap kedua perempuan itu, risih.
Renny pun membuang muka perlahan.
“Karena gak ada bukti apa pun yang riil, akhirnya polisi menganggap ini hanya prank biasa, dan nggak bisa ngapa-ngapain juga. Kayaknya gara-gara itu BU Chyntia belum info ke siapa-siapa dulu, tetap lanjutin party ini sesuai rencana. Mungkin takut semua pada panik, bad PR untuk Absola. Apalagi ada kasus Mbak Ritzy juga,” lanjut Renny.
Wajah Melia jelas terlihat makin geram.
“Tapi tetap aja, kayak gak sensitif sama sekali kita kesannya… Gw harus info ke Papa.”
Renny langsung menarik tangan Melia, dengan muka memelas.