Seorang diri ibu membesarkanku di sebuah pulau bernama Tatara, letaknya di bagian timur negara Nusantara. Nama Tatara berasal dari nama seorang raja yang mendirikan kota pelabuhan beradab-abad lalu: Raja Katara I.
Pelabuhan Tatara masih ada sampai saat ini; pelabuhan itu yang membuat Tatara ramai dan menjadi pompa kehidupan ekonomi Nusantara bagian timur; dan pelabuhan itu pula yang membuat ibuku datang ke Tatara untuk menjual selangkangannya kemudian menetap sampai akhir hayatnya.
Letak Tatara sangat strategis, berada di jalur pelayaran dari Pulau Besar (ibu kota negara Nusantara) ke provinsi serta kabupaten di bagian timur. Nusantara bagian timur terdiri dari puluhan pulau yang indah dan memesona; malangnya, wilayah timur sengaja dikutuk secara ekonomi sehingga semua kebutuhan pokok harus dipasok dari Pulau Besar.
Saking banyaknya pulau di bagian timur maka sistem distribusi barang dari Pulau Besar ke wilayah timur harus melewati Tatara. Ilustrasinya seperti ini: katakanlah ada 50 kontainer berisi beras harus dibawa dari Pulau Besar ke 5 kabupaten berbeda di timur, maka 50 kontainer itu mula-mula diangkut dengan sebuah kapal besar dengan tujuan Tatara lebih dulu. Sampai di Tatara, 50 kontainer itu dibongkar lalu kemudian diangkut oleh 5 kapal kecil dengan muatan masing-masing 10 kontainer menuju 5 kabupaten yang dituju. Sebenarnya jumlah muatannya lebih banyak dan sistem distribusinya lebih rumit dari itu, tapi begitulah kira-kira ilustrasi sederhana untuk menggambarkan betapa pentingnya Tatara untuk Nusantara.
Selain itu, bagian utara Tatara berbatasan langsung dengan Negara Konfederasi Mafili (NKM) sehingga sering terlihat kapal berbendara asing di Tatara.
Lantaran jauh dari ibukota Nusantara dan dekat dengan ibukota NKM, kami orang timur lebih merasa dekat dengan orang NKM daripada mayoritas orang Nusantara di Pulau Besar. Bahkan, sebelum dilarang oleh Pulau Besar yang cemburu, kebutuhan pokok di Tatara serta wilayah timur lainnya dipasok dari NKM, dan menggunakan mata uang NKM pula sebagai alat tukarnya.
Kemiskinan dan ketertinggalan Nusantara Timur membuat beberapa kelompok masyarakat berupaya memisahkan diri dari negara Nusantara dan Pulau Besar. Pemberontakan senjata terjadi di mana-mana, didukung oleh pihak NKM yang ingin agar wilayah Nusantara Timur merdeka lalu bergabung dengan mereka. Pergolakan politik itu ikut menyeret Tatara sebagai kota pelabuhan terbesar di wilayah Timur, Tatara dijadikan pintu masuk penyeludupan senjata untuk para pemberontak; akhirnya orang Tatara dituduh anti-Nusantara.
Ancaman separatisme di wilayah timur Nusantara dan potensi ekonomi pelabuhan Tatara membuat pemerintah Nusantara menjadikan Tatara sebagai salah satu pelabuhan transit internasional. Pemerintah Nusantara melakukannya supaya wilayah timur seolah-olah diperhatikan oleh Pulau Besar lewat pembangunan Tatara. Kusebut ‘seolah-olah’ sebab kemajuan Tatara sebenarnya tidak berdampak banyak kepada orang Tatara, apalagi orang timur; sebab semua keuntungan dari perputaran uang di Tatara kembali ke kantong Pulau Besar dulu baru nanti dibagi-bagi ke pemerintah kami di timur Nusantara, [persentasinya mungkin setara royalti dari penerbit ke penulis].