Kukira usia Sari saat itu 19 atau 20, lebih tua beberapa tahun dariku yang berusia 15 tahun. Dia kelihatannya sudah lulus SMA, sementara aku masih kelas 2 SMP.
Kami jabat tangan untuk sekian detik, dan selama itu mata kami berpelukan, sejurus kemudian senyumannya perlahan merekah. Senyuman Sari manis sekali, tapi lama kelamaan aku merasa janggal, senyumannya mengingatkanku pada seseorang. Selekas kilat terbayangkan wajah wanita asing yang dulu datang bersama seorang pria galak yang membentakku di teras, wanita asing yang kudapati di ruang tengah sedang bersama ibu saat aku baru saja bangun tidur siang, wanita asing yang memelukku dan matanya berair setelah ibu menyuruhku pergi bermain. Wajah Sari mirip sekali dengan wanita asing itu.
Aku menatap ibu sekilas, lalu menatap Sari lagi tanpa melepaskan jabat tangan kami. Senyuman Sari juga mirip ibu, dan kian aku menatap Sari, kian aneh rasanya, karena aku merasa melihat potongan wajahku pada wajah Sari.
“Sari ini sepupumu, dia anaknya adik kandung ibu dari kampung,” kata ibu kepadaku.
Seketika buyar lamunanku, dan jabat tanganku dengan Sari lepas.