Hi sobat, ini adalah sebagian cerita yang terjadi diawal masa sekolah SMK gue. Tepatnya di salah satu sekolah yang berada di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. Tepatnya SMK Negeri Manonjaya, sekarang usia gue kurang lebih 25 kali ya heee, belum tua tua amat atau jadulah ya, dan saat ini gue tinggal di Bogor dan bekerja di salah satu perusahaan Farmasi ternama.
Di pertengahan Mei 2010 awal gue masuk ke sekolah SMK Negeri Manonjaya. Pagi itu terasa amat dingin dan sejuk. Maklumlah, saat masih sekolah gue tinggal di daerah pedesaan. Dimana, untuk menempuh ke sekolah kurang lebih membutuhkan waktu 15 menit dengan berjalan kaki, sampai nantinya tiba dipinggiran tepi jalan untuk naik angkutan pedesaan. Bermula dari keputusasaan untuk bersekolah, karena suatu keadaan ekonomi yang sebenarnya cukup dan hidup dalam keadaan yang sederhana sih. Tapi disini, lebih ke sudut pandang gue yang bermasalah mungkin bagi sebagian orang atau bahkan emang gue tipe orang yang punya pikiran acak dan punya pemikiran yang tidak jelas hahaha.
Bagi gue, segala sesuatu itu harus ditempuh dengan perjuangan dan pengorbanan yang jelas tanpa harus merepotkan orang lain terutama orang tua. Ayah gue adalah seorang perantau di provinsi Kalimantan selatan. Dimana keseharian beliau yaitu berdagang kerupuk keliling disetiap harinya. Nah, sedangkan ibu gue adalah ibu rumah tangga biasa yang keseharianya sibuk mengurus rumah tangga dan anak tentunya ya! Ibu kala itu masih tinggal di Tasikmalaya yang jelas berjauhan sama ayah gue. Tapi pemaparan cukup sampai disini aja ya sobat heee...
Kisah akan mulai gue papar dari sini. Yap, semenjak tau kalau gue putus asa untuk melanjutkan sekolah SMK, mungkin sudah menjadi naluri orang tua terhadap anaknya kali ya. Di 5 hari sebelum kelulusan SMP gue, Ibu membicarakan kekhawatiranya ke gue langsung secara 4 mata ( Suasana malam hari pukul 20.24 tepat setelah gue pulang dari pengajian rutin di Mesjid dekat rumah ),
Ibu : Sudah pulang A (Panggilan Kakak orang sunda)?”, ayo makan dulu terus nanti ibu mau bicara selepas Aa makan ya.
Gue : “iya bu. Tumben, biasanya gak pernah kaya gini suasana sepulang ngaji? Apa ada masalah bu dengan bapak di perantauanya?”
Ibu : “Bukan A, ini mengenai masa depan kamu (sembari senyum tapi dengan raut wajah yang cukup serius). Ya sudah, Aa makan dulu aja ya, nanti setelah makan baru ibu mau bicara (Diruang tamu sambil nonton tv)”.
Akhirnya, gue pun makan dengan santai tapi dengan pikiran aneh, "Ada apa? Dan apa sebabnya? Kenapa suasana jadi nggak kaya biasa saat gue pulang dari pengajian". Tanpa berlama lama, selepas makan guepun langsung menghampiri ibu kembali yang masih duduk di sofa ruang tamu. (Percakapan kembali dimulai dengan suasana yang mulai hening, karena sudah jam 21.00 ditambah suasana pedesaan yang jauh dari keramaian kendaraan) :