Masa Obsesi dan Labilnya Sebuah Karakter Anak Remaja

Muhammad ali sidik
Chapter #2

#2 SELEKTIF

Hari yang dinantipun datang juga, kisah yang menjadi awal sebagai dasar dari adanya penjelasan akan latar belakang gue yang cukup singkat. Yah, Awal Mei 2010 dimana pihak sekolah SMK yang gue tuju mulai membuka penerimaan siswa baru dengan sejumlah persyaratan yang tidak mudah baik dari segi nilai akademis, ketahanan fisik dan kesehatan yang prima dimana hal itu menjadi kunci bisa lulus seleksi ini.

Oh iya, gue kenalin satu guru di SMP yang gue anggap sebagai orang tua bahkan bisa dibilang orang terdekat. Namanya Pak Martin Syafa’at sebagai pengajar guru bahasa inggris. Meski demikian, beliau adalah panutan gue dikala itu, dia perlahan memberi gue pandangan akan hidup. Salah satu yang paling gue ingat nasihat beliau diantara nasihat lainya adalah,

“Kita bisa menyelesaikan satu masalah demi kebaikan kita dan mungkin dianggap pembelaan yang layak, tapi jangan lupa dalam waktu yang bersamaan belum tentu itu menjadi kebaikan bagi orang lain“. 

Biasanya kami sering berbicara diwaktu senggang apalagi jam pulang sekolah, karena dirumah gue seorang diri dan jarak dari rumah gue ke rumah nenek pun cukup jauh rute jalanya turunan jadi selepas sekolah gue biasa tinggal disekolah lebih lama.

Weekend disore hari, tepatnya jam 16.00. Saat itu gue sedang sibuk mempersiapkan persyaratan untuk ikut seleksi di SMK dengan pikiran yang agak gusar. Karena disinilah sikap dan pikiran aneh gue muncul,

“ Andai gue keterima di SMK, nanti siapa ya yang bisa bantu urus administrasinya ya? Apa gak akan jadi repot, secara kalau minta tolong sama nenek kasihan beliau pasti capek karena harus jalan kaki dulu mengingat gue gak punya sepeda motor “ (gumam dipikiran gue sembari memainkan handphone). 

Padahal, hal itu masih jauh banget untuk dipikirkan, tes seleksipun belum dilaksanain dan masih 3 hari ke depan baru mulai bahkan hasil seleksinyapun baru keluar setelah 1 bulan selesai seleksi. Tapi otak gue saat itu mulai aneh, mungkin karena gue panik gak ada orang tua didekat gue untuk berbagi. Akhirnya gue berpikir buat menelpon guru gue Pak Martin,

Gue  : “ Hallo Assalamu’alaikum Pak?

Guru : “Wa’alaikumsalam li, ada yang bisa Bapak bantu?”(Dengan sikap bawaan yang lembut karena beliau memang guru yang sopan santun dan ramah).

Gue : “Apa bapak sibuk? Maaf jika tiba tiba mengganggu waktu Bapak sore sore begini” (dengan perasaan yang tidak enak karena pasti beliau sedang beristirahat).

Guru : “Nggak li, santai aja lagian gak lagi ngajar heee. Ayo cerita barangkali bapak bisa bantu ali !”.

Gue : “ Jadi begini pak, memang waktunya masih jauh dan ini kaya terlihat konyol jika ali minta jauh jauh hari ke Bapak. Jika semisal Ali diterima di SMK, apa bapak mau buat bantu urus administrasi dan yang lainya Pak? Ali cuman bingung aja karena Bapak sama ibu jauh dan minta ke Nenek itu gak mungkin” ( Perasaan sedih ).

Guru : “ Hahaha, cuman itu aja? Siap li tenang aja ya, kapanpun Ali perlu silahkan kontek Bapak. Insyaallah Bapak bantu”. 

Gue : “Alhamdulillah, terimakasih pak. Karena memang kata Ibu nanti soal biayanya tinggal dikirim kalau Bapak sudah bersedia”.

Guru : “Iya siap. Oh iya bagaimana persiapanya baik mental dan fisik oke kan? Semoga semua berjalan lancar ya Bapak do’akan”.

Gue  : “Insyaallah semua siap Pak tinggal tunggu dimulainya seleksi, Kalau begitu terimakasih pak dan terimakasih atas waktunya. Assalamu’alaikum”.

Guru : “Alhamdulillah jika demikian, Wa’alikumsalam li”.

Lihat selengkapnya