MASA SENJA DEWA

dede artha
Chapter #1

DEWA DAN ABIMANYU

Satu minggu sebelum tahun pelajaran baru dimulai, SMA Pelita Bangsa selalu melakukan rapat pembagian tugas. Rapat ini sangat penting, karena selain membahas tentang rencana pembelajaran untuk satu tahun kedepan, dalam rapat ini juga para guru akan menerima SK pembagian jam mengajar. Artinya dalam rapat inilah mereka akan mengetahui jumlah jam mengajar yang akan mereka dapatkan.

        Bagi sebagian guru honorer SMA Pelita Bangsa, rapat pembagian kerja merupakan rapat yang paling mendebarkan. Terutama bagi mereka yang hanya mengandalkan gaji mengajar sebagai satu- satunya mata pencaharian. Jika jumlah jam mengajar sedikit, maka mereka harus bersiap-siap memutar otak supaya dapur tetap mengepul. Tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi Dewa. Dia adalah satu-satunya guru fisika di SMA Pelita Bangsa. Ia tidak perlu khawatir karena ia tidak akan berebut jam mengajar dengan siapapun.

      Tidak ada yang tahu alasan kenapa guru yang seluruh rambutnya hampir berwarna putih itu masih menjadi satu-satunya guru fisika. Rumor mengatakan bahwa Dewa dan kepala sekolah adalah teman dekat, sehingga isu nepotisme sering berhembus kencang. Tetapi Dewa selalu membantah hal itu dan mengatakan bahwa dia adalah senior di sekolah itu. Berkat dialah SMA Pelita Bangsa menjadi salah satu SMA swasta yang maju dibandingkan SMA swasta lainnya.

     ‘’Drrrrrttt…’’ bunyi getaran smartphone di atas kasur. Dewa yang baru terbangun dari tidurnya tersenyum membaca sebuah pesan masuk.

   ‘’Pak, istriku ngancem. Kalau jam ngajarku cuma sedikit aku disuruh tidur di ruang tamu.Gimana ini, pak? ‘’

      Pesan tersebut berasal dari Dadang. Guru matematika berumur 37 tahun. Dadang dan Dewa sama-sama memiliki persamaan yaitu sama-sama guru honorer dan juga sama-sama perantau. Mereka merantau dari pulau Jawa ke Lampung. Karena banyak persamaan itulah terkadang Dewa menganggap Dadang seperti adiknya sendiri.

 ‘’Ya sudah, nanti aku kasih selimut. Biar kamu nggak kedinginan tidur di ruang tamu . ‘’

 Dewa membalas pesan tersebut dengan sebuah candaan. Namun ekspresinya berubah menjadi serius ketika membaca balasan pesan yang dikirm oleh Dadang.

 ‘’Serius ini, Pak. Istriku hamil lagi.''

 Seingat Dewa, baru kemarin ia kondangan di acara syukuran anaknya Dadang. Apakah artinya sebentar lagi ia harus merogoh kocek untuk kondangan lagi?.

   ‘’Loh, bukannya istrimu baru ngelahirin, ya?’’

 Dewa mencoba mencari tahu apakah ingatannya salah.

 ‘’Itu satu tahun yang lalu, Pak.’'

 Dewa terdiam sebentar. Ia mencoba mengingat kembali anak-anak Dadang. ‘’Asep, Yayat, Tatang. Walahhhhh… wis papat anak Dadang.’’ ucap Dewa yang artinya waduh sudah empat anaknya Dadang. Dewa sekarang bisa mengerti masalah pelik yang sedang dihadapi Dadang. Pasti saat ini ia sedang bingung karena beban hidupnya bertambah. Ia hanyalah seorang guru honorer sedangkan istrinya tidak bekerja sama sekali. Satu-satunya pendapatan Dadang adalah gaji honorer yang hanya satu koma. Artinya setelah tanggal satu langsung koma.

Dewa pun berniat untuk menyemangati rekan seprofesinya tersebut.

 ‘’Rejeki sudah ada yang ngatur nggak usah takut.’'

 Karena dirasanya kalimat tersebut tidak cukup untuk menenangkan hati Dadang, Dewa berusaha mencari tambahan kalimat yang cocok untuk menyemangati Dadang. Ia pun teringat banyak guru muda di grub whats App sekolah sering mengatakan semangat diikuti dengan sebuah emoji bergambar lengan kekar untuk menyemangati rekan yang lain.

‘’ Semangatt!! ‘'

  Namun Dewa salah mengetik emoji. Alih-alih menggunakan emoji lengan kekar, ia justru salah mengetik gambar orang sedang mencium lengkap dengan gambar hati.

 ‘’Nggilani, Pak.’’

 Yang artinya menjijikkan pak. Tentu saja jawaban Dadang membuat Dewa kesal dan mengumpat. Namun Dadang hanya membalas umpatan Dewa dengan sebuah emoji tertawa.

***

Tepat pukul 07:30 wib Dadang pergi ke sekolah dengan menggunakan motor vespa kesayangannya. Sepanjang jalan ia terus bersenandung riang. Menyanyikan lagu kesayangannya highway to hell. Sayangnya, kemampuan bahasa inggris Dewa jauh di bawah rata-rata. Ia hanya tau bagian reffrainya saja. Jadilah ia seperti orang gila yang berteriak-teriak di atas motor. Beberapa pengendara yang melewatinya pun terheran – heran dan menggelengkan kepalanya. Seakan ingin berkata orang ini lepas dari RS jiwa mana sih.

Lihat selengkapnya