Sudah lama sekali Dewa melupakan hakikat seorang guru. Apalagi semenjak keinginannya untuk tinggal di panti jompo muncul. Pikirannya selalu dipenuhi dengan bagaimana caranya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Lupa bahwa tugas guru adalah mendidik murid untuk menjadi manusia yang berilmu dan bermoral.
''Persetan dengan jam mengajarku yang berkurang. Aku akan menjadi guru yang lebih baik lagi.'' kata Dewa sambil menarik gas motornya melaju menjauhi sepasang cucu dan kakek penjual kerupuk itu.
Sampai di rumah, Dewa langsung menuju rak buku yang terletak di pojok ruang tamu. Diambilnya beberapa buku kemudian di letakkan di atas meja. Dewa berniat untuk membuat rencana pembelajaran untuk esok hari. Karena ia sudah berjanji untuk menjadi guru yang lebih baik lagi, maka ia tidak akan malas mengajar. Datang ke kelas dan hanya duduk memberikan tugas bukanlah gaya mengajarnya lagi.
‘’Kruuukkkk.......’’
Terdengar bunyi dari perut Dewa yang menagih untuk diberi asupan. Dewa pun sadar bahwa ia belum makan.Akhirnya ia pun bangkit dari kursi dan berpikir untuk pergi ke warung Mbok Sum membeli telur. Namun langkahnya terhenti. Ia teringat bahwa dua lembar uang terakhirnya telah diberikan ke penjual kerupuk.
‘’ Sialan.’’ ucap Dewa lirih. Baru beberapa waktu yang lalu ia sempat berpikir bahwa uang bukanlah segala-galanya. Kenyataanya hidup tidak cukup dengan memakan idealisme.
Dewa duduk di ruang tamu sambil memandang dua buah plastik berisi kerupuk di hadapanya. Kerupuk tersebut hanya cukup untuk mengganjal perutnya saja, tidak akan membuatnya menjadi kenyang. Tidak ada cara lain. Ia harus mengambil tabungannya.
Dewa pun berjalan ke arah kamar dan mengambil satu dari tiga buah kaleng biskuit di atas lemari pakaian.Kaleng tersebut berisi uang tabungan yang akan digunakannya untuk membayar panti jompo. Dengan menggunakan gunting, diambilnya selembar uang lima puluh ribuan yang terselip diantara lubang kecil.
''Klontanggg......''.Kaleng biskuit yang ada di genggamannya terjatuh.Dewa yang biasa hidup dalam kesunyian terkejut ketika tiba-tiba ada suara wanita memanggilnya. Sontak, bulu kuduknya berdiri semua.
‘’Pak Dewa.’'Suara lembut itu memanggilnya.
Dewa mengumpulkan semua keberaniannya keluar kamar mencari sumber suara.Hatinya merasa lega ketika mendapati Widya berdiri di depan pintu dengan sebuah mangkuk ditangannya.
‘’Oh, Nak Widya.’’
Dewa kemudian berjalan menghampiri Widya. Bau opor ayam yang harum semakin tercium seiring dengan Dewa yang berjalan terus mendekati Widya.
‘’Ini ada opor Ayam, Pak. Hari ini ulang tahun Cici.’’
Dewa melihat seorang gadis kecil di belakang kaki Widya yang tampak malu-malu mengintip.
‘’Wah, terimakasih banyak. Tunggu sebentar ya, saya ganti dulu piringnya.’’ Dewa mengambil opor ayam tersebut dan berjalan ke dapur.
‘’Masuk dulu, Nak Widya.’’ teriak Dewa dari Dapur.
Widya kemudian masuk dan melihat-lihat sekitar. Ruang tamu tersebut tidak terlalu besar. Hanya ada empat buah kursi dari anyaman bambu dan meja bundar di tengahnya. Meja tersebut terlihat berantakan dengan buku-buru yang berserakkan di atasanya.Namun perhatian Widya tertuju pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Sebuah foto terdiri dari tiga orang dengan latar belakang sebuh kebun binatang. Mereka berdiri berjajar dengan seorang gadis kecil berumur 13 tahun berada ditengahnya. Dari foto tersebut mereka terlihat sangat bahagia.
‘’Itu foto istri dan anak saya.’’ ucap Dewa yang datang sambil menyerahkan mangkuk yang telah dicucinya.
‘’Anaknya cantik ya, Pak.’’ ucap Widya
‘’Oh jelas siapa dulu bapaknya. ‘’ kata Dewa sambil membusungkan dadanya.‘’Namanya Tari. Kalau masih hidup saat ini usianya seperti nak Widya.’’ tambahnya.
Dewa kemudian banyak bercerita tentang anak dan istrinya. Widya pun mendengarkan dengan saksama setiap untaian kata yang dituturkan oleh Dewa.
‘’ Kalau Nak Widya sendiri asalnya dari mana?’’ tanya Dewa.
‘’Sebenarnya saya dari pulau Jawa, Pak. Karena Mas Abimanyu dapet kerja disini, kami semua memutuskan untuk pindah kesini. Kebetulan ada rumah yang dijual murah, akhirnya kami beli. Itu pun pakai uang warisan, Pak.’’
‘’Warisan?’’ tanya Dewa memastikan.