MASA SENJA DEWA

dede artha
Chapter #9

CICI SAKIT

Hari ini warung Mbok Sum tidak seperti biasanya, semua pelanggannya menggunakan masker dan berjaga jarak. Mereka mulai mematuhi protokol kesehatan pandemi sejak diumumkannya dua orang yang positif terkena virus di kota mereka.

‘’Biasanya kalau sudah ada yang kena, cepat nyebarnya.’’ kata seorang ibu yang berbelanja di barisan paling depan sambil sibuk memilih sayur.

‘’Iya, harus hati-hati. Harus jaga kondisi badan. Jangan sampai sakit.’’ tambah seorang ibu yang berada satu meter di belakangnya. Mereka semua berbaris memanjang sambil menunggu giliran berbelanja.

‘’Oh, ya kemarin saya lihat Widya bawa Cici berobat, ya?’’ tanya Mbok Sum

‘’Iya bu, badannya panas. Mungkin terlalu lama berendam di air waktu mandi.'' ucap Widya yang berada di barisan ketiga.

Kemarin Widya memang bertemu dengan Mbok Sum di jalan ketika akan pergi mengobati Cici yang sakit.

‘’Terus, berobat dimana? ‘’ tanya pelanggan lain yang ada di belakangnya.

‘’Di rumah sakit umum, Bu.Sebenarnya mau di bawa ke klinik, tetapi sampai di klinik ternyata ramai sekali. Saya khawatir Cici kenapa-napa jadi saya bawa ke UGD rumah sakit umum.’’

''Rumah sakit umum?'' ucap bersamaan semua pelanggan Mbok Sum. Mereka kemudian refleks melangkah lebih jauh dari Widya.

‘’ Rumah sakit umum? Itu kan tempatnya pasien positif korona kan? Kamu nggak takut.’’ tanya Mbok Sum

‘’Nggak, Bu.Insyallah sudah mematuhi protokol kesehatan.Lagi pula ruang isolasinya jauh dari ruang UGD. ‘’

‘’Eh, ngomong-ngomong mantunya Bu Rosi itu kerja di rumah sakit umum, kan?’’ tanya seorang pembeli di belakang Widya.

‘’ Iya. Wah, ngeri juga.’’ ucap pelanggan lainnya

Kemudian, Bu Rosi datang . Semua orang menyingkir karena berpikir bahwa bu Rosi membawa penyakit. Mereka semua diam membisu. Tidak ada percakapan sama sekali.

Sampai di rumah, Widya yang kesal membanting sayur kangkung yang di belinya. Abimanyu yang melihat itu bergegas menghampirinya.

''Kenapa, sayang?'' tanya Abimanyu

''Nggak papa.'' jawab Widya masam. Ia masih terlihat kesal.

Abimanyu tahu pasti jika seorang perempuan berkata tidak apa-apa dengan mukanya yang kesal, maka bisa dipastikan ada sesuatu yang mengganggunya. Ia mulai berpikir sejenak apakah ia telah berbuat salah. Kemudian ia teringat bahwa tadi pagi, ketika bangun tidur tanpa sengaja ia menginjak pensil alis yang terjatuh. Pensil tersebut patah menjadi dua. Untuk menghilangkan bukti, ia pun membuangnya di kotak sampah. Ia mulai berpikir apakah Widya telah mengetahuinya.

''Maafin Mas, ya.'' ucap Abimanyu sambil memeluk Widya dari belakang.

''Kenapa Mas minta maaf?''

''Kamu marah karena pensil alisnya hilang, kan?''

''Oh, jadi itu ulahnya Mas Abimanyu?''

''Eh, jadi kamu belum tahu? Tahu gitu tadi Mas diem aja.''

''Ihhh.....'' Widya semakin cemberut kesal. Abimanyu semakin bingung. Sepertinya ia baru saja menambahkan minyak ke dalam koboran api.

''Kenapa sih, sayang?'' ucap Abimanyu sambil menuntun Widya untuk duduk di kursi.

Widya menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Ia berusaha mengontrol emosinya.

''Udah, Mas. Nggak papa. Makasih, ya.'' ucap Widya memaksakan diri untuk tersenyum

''Eh? Beneran nggak papa?''

Abimanyu tahu bahwa wanita adalah makhluk yang sama hal nya dengan Fisika. Sama-sama penuh dengan teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan. Bahkan, meskipun ia sudah mengenal Widya lama, terkadang ia sendiri masih sering dibuat bingung olehnya. Tiba-tiba marah sendiri atau tiba-tiba manja tanpa alasan. Jadi ketika Widya bilang bahwa ia sudah tidak papa, maka Abimanyu memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Abimanyu percaya bahwa nanti akan ada waktunya sendiri untuk Widya bercerita jika ia menginginkannya.

Nadya menganngguk.

''Ya sudah kalau begitu.'' Abimanyu kemudian kembali ke kamar dan memeriksa kondisi Cici yang msih terbaring sakit. Diikuti dengan Widya dibelakangnya.

''Kenapa belum turun juga ya Mas panasnya.'' ucap Widya sambil menyentuh kening Cici yang masih panas.

''Sabar, kata dokternya kan tunggu sampai obatnya habis. Kalau belum turun juga nanti kita coba periksa lagi.''

Bagi Widya, melihat Cici terbaring sakit seperti itu, membuat hatinya seperti teriris-iris. Apalagi di masa pandemi seperti ini. Lebih baik ia saja yang sakit dari pada harus melihat anaknya yang menderita.

''Mas saja yang masak. Kamu disini aja jaga Cici.'' ucap Abimanyu

Lihat selengkapnya