Masa Trial Sudah Habis

Poetry D.
Chapter #1

Merajut Cemara

"Baik, Bu. Nanti Adit telpon kembali kalau sudah sampai."

Sambungan telpon diputuskan sepihak. Adit menggenggam tangan gadis yang berdiri di sampingnya. Berdiri di gerbong delapan, sembari menunggu kereta api Sritanjung dengan arah Jogja-Banyuwangi, singgah di stasiun Purwosari, Surakarta.

Adit menatap lekat wanita yang sedang digandengnya.

"Dit, aku gugup," katanya.

Namun Adit malah mengulum senyum. Seakan menjamin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hampir tiga tahun sudah, semenjak ia menyelesaikan kuliahnya di kota Solo ini, Adit belum pernah pulang ke rumah. Hal itu karena ia memegang posisi penting di perusahaan tempatnya bekerja, yang mana posisi itu mempersulit dirinya untuk mengambil cuti. Bahkan ketika hari raya pun, ia cuma diberi waktu cuti dua hari.

"Sudah lama sekali, ya?" ujar Adit sambil tersenyum pada Nurin. "Aku rindu suasana rumah."

Hening, tidak ada lagi perbincangan di antara mereka, masing-masing dari mereka sibuk dengan isi kepala sendiri. Sampai kereta api yang ditunggu berhenti tepat di hadapan mereka. Adit membantu Nurin mengangkat barang bawaannya.

"Sini, Nurin."

"Ah, iya." Nurin tersentak, sebab ia belum sepenuhnya sadar dari lamunannya. Nurin mencoba tersenyum, tetapi perasaannya bercampur aduk, mencoba menyembunyikan kekhawatiran yang mulai menyelinap di hatinya.

Satu per satu penumpang masuk secara bergantian. Mereka duduk di kursi yang telah dipilih sebelumnya melalui aplikasi pemesanan tiket online. Tempat duduk yang pas, tepat di pinggir jendela berhadap-hadapan, bangku di sebelah mereka juga kosong, dan Nurin paling suka posisi itu. Mereka berangkat menggunakan kereta jadwal pagi, sehingga lewat jendela, Nurin dapat pemandangan yang tersoroti sinar matahari pagi. Terasa segar, sesekali spot yang disebut golden hour pun tampak, yang membuat Nurin sedikit merasa lebih tenang.

Sudah seminggu ini Adit terlihat antusias dan ceria di kantor. Semua orang tahu, bahwa ia akan mengambil cuti dari pekerjaannya, mereka beranggapan bahwa hal itulah yang membuat Adit bersemangat. Namun tidak ada yang tahu sampai kapan ia cuti. Sebetulnya, yang membuatnya antusias bukanlah karena ia mengambil cuti, melainkan karena ia akan mengajak Nurin pulang ke kampung halaman untuk dikenalkan kepada orang tuanya. Itulah mengapa setiap hendak memejamkan mata, ia berandai-andai bahwa nanti Nurin dan keluarganya bisa akrab.

Nurin bukanlah wanita pertama yang dikenalkan kepada orang tuanya. Sebelumnya sudah ada dua wanita yang pernah dikenalkan orang tuanya lewat sambungan telepon. Dan akhirnya hubungannya berakhir, setelah Adit mengajak menikah, namun nantinya mereka akan tinggal bersama orang tuanya di Banyuwangi.

"Maaf, Dit. Aku tidak bisa jika harus hidup dengan ibumu," begitu kata mereka, mengakhiri hubungan dengan Adit.

Namun Nurin berbeda. Ada satu hal membuat Adit yakin untuk mengenalkan Nurin kepada orang tuanya secara langsung. Dia adalah wanita yang lemah lembut, sabar, dan senang terhadap anak-anak. Nanti ketika sudah ada di rumah, Adit berniat mengajak Nurin untuk bermain dengan Rendra, anak kakak tertuanya. Dengan begitu, Nurin pasti akan cepat beradaptasi dan ketika nanti sudah menikah, ia pasti akan betah hidup bersamanya di Banyuwangi.

Lihat selengkapnya