MASED

Denok Ayu Uni Aisandi
Chapter #3

KEPINDAHAN HANUM DAN KEMATIAN BAIM

Seperti angin muson, takdir datang dan pergi begitu saja

Yang tertinggal hanya hujan turun, serupa air mata kehilangan

Meminta rela

Atau kemarau panas, menjelma pertemuan yang menyengat hati

Hidup selalu begini, dan musim terus berganti


TUJUH BULAN SEJAK KEBANGKRUTAN RENDI...


Setelah berjibaku berusaha mengatasi krisis, akhirnya mereka pindah ke rumah yang lebih sederhana. Memulai semua dari nol. Rendi bekerja sebagai supir taxi online, untungnya mobil mereka masih terselamatkan. Kandungan Hanumpun sudah membesar.

Hanya ada satu meja dan dua kursi plastik di ruang tamu yang temboknya agak retak. Di dapur, kompor satu tungku sedang menyala, Hanum belajar membuat sayur nangka permintaan Rendi. Kamar tidur direnovasi karena plafon ambruk sehari setelah mereka pindah. Tidak ada perkakas lain.

"Sayang, maafin aku ya, kamu harus pindah ke rumah sesempit ini, bahkan temboknya sudah retak, atapnya rubuh, tidak ada gelas dan piring bunga-bunga yang kamu suka, untung saja istriku cantik, rumah ini masih terasa seperti surga." Rendi memangku istrinya yang bau asap kompor, sambil mengusap rambut panjangnya, entah kenapa Hanum terlihat lebih cantik saat memakai daster dan berkeringat selepas memasak. Di antara nasibnya yang apes, setidaknya ada berlian yang saat ini masih bisa ia genggam, Hanum bahkan lebih berkilau daripada itu. "Iya, Mas." Hanum menjawab singkat dengan wajah sedikit kesal "Uwa pasti malu sekarang, katanya aku akan hidup tercukupi setelah menikah dengan Rendi, mana buktinya? Memang tercukupi, cukup menyesakkan! Huh!" Ia mendengus dalam batin. "Oh ya Mas, aku mau ke minimarket, mau beli sikat gigi dulu. Nitip sayur nangkanya, kalau sudah mendidih, tolong matikan saja kompornya. Awas gosong loh." Ia segera mengambil payung bermotif bunga canolanya, karena di luar panas sekali. Rendi tersenyum, sambil menggosok sudut lantai yang berjamur. Jamurnya besar, seukuran bola basket, tapi masih lebih besar cintanya pada Hanum.


***


“Mas Aril?” Hanum berteriak kaget saat tidak sengaja bertemu mantan kekasihnya di depan minimarket dekat perumahan.

“Hanum?!” Aril tidak kalah kaget melihat perempuan yang dua tahun lalu tiba-tiba menghilang dari hidupnya tanpa kabar. Masih tetap cantik seperti dulu, bedanya sekarang perut Hanum membesar karena sedang hamil tujuh bulan.

“Kamu kemana saja Num, kenapa tiba-tiba menghilang?” mata Aril berkaca-kaca, sambil terus melihat ke arah perut Hanum.

“Iya, Mas, maafkan aku… Aku harus pergi…” Hanum tidak sanggup meneruskan percakapan itu, dia berlari begitu saja meninggalkan Aril.

 

***

Lihat selengkapnya