SATU-SATUNYA CINTA

KUMARA
Chapter #2

BOCAH LAKI MELANKOLI

Kehidupan tidak lagi menyenangkan setelah aku menginjak usia 10 tahun. Sebelum itu, semua terasa baik. Keluargaku punya rumah kayu sepetak, dipilih kayu karena lebih sejuk ketimbang rumah batu. Di halaman belakang, ada kebun tak begitu luas. Ibu suka menanam kangkung, ayah suka pisang. Kangkung itu tak semua dimakan, sebab kata ibu bisa membuat mengantuk. Sebagian besar diolah menjadi kangkung kering, dijual sebagai pakan kambing.

Ayah dan ibu sangat berbeda. Ibu pendiam, dia selalu serius. Matanya tajam, sering kali membuatku bergetar takut. Ayah lebih suka bercanda, dia punya banyak ulah konyol yang masih kuingat di otak, dia seperti badut. Ibu tidak pandai memasak, ikan yang dia goreng lebih sering berakhir jadi ikan gosong, sup hambar, telur gulung asin. Aku protes ke ayah, supaya menegur ibu. Ayah tidak marah. Dia malah tertawa lalu menyesap segelas teh super manis kesukaannya. Ayah bukan peminum kopi seperti kebanyakan ayah-ayah tetangga, dia peminum teh keras, minimal 3 gelas sehari, gula mesti 2 sendok.

Adikku berusia 2 tahun ketika ayah pergi untuk selamanya karena sakit diabetes. Dia perempuan, ayah menitipkan ibu dan adik padaku, katanya karena aku laki-laki, aku tidak mengerti, apa yang bisa dilakukan anak laki-laki kecil? Tapi hari itu air mataku tidak keluar, aku juga tidak tahu kenapa.

Semenjak itu, seluruh kebun berisi kangkung. Tak ada lagi pisang. Ibu jarang bicara, dia bicara seperlunya, hanya saat dia marah. 

“Kamu harus mengerti, Don! Sekarang ibu sendirian, kamu harus tahu cara membantu!”

“Mulai sekarang, kamu jaga adikmu kalau ibu berkebun!”

“Jangan lupa cuci pakaian, jemur! Lalu sapu rumah, ya!”

Lihat selengkapnya