Pagi itu mereka mendapati mereka sedang gotong royong memberesi kamar itu dengan perut keroncongan. Ada tambahan untuk Indra, yaitu dengan jiwa yang kosong sekaligus riuh oleh pertanyaan, terutama karena sebuah pengalaman sudah terlewati tadi malam.
Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengganggunya, hingga satu minggu setelah mendapat pelajaran pertama minum alkohol, Indra mendapati pamannya di ruang pengakuan dosa.
“Paman, aku mau pergi!”
“Bah! Pergi bagaimana?”
“Ya pergi, aku bosan di sini!”
“Pergi ke mana?”
“Aku tak tahu!”
“Ah, kau! Jangan bercanda! Mau ke mana?”
Indra tidak menjawab. Percuma mengatakan segala kegelisahannya pada Pastor Hilarius. Orang tua ini tidak akan mengerti. Maka Indra segera beranjak pergi meninggalkan ruang pengakuan dosa, didengarnya panggilan Pastor Hilarius bergema di balik punggungnya. Tapi Indra sudah berada di luar gereja. Tujuan langkahnya jelas: Ruangan suster Margaret.
Tak berapa lama dia sudah berhadapan dengan perempuan itu. Dengan tegas Indra bicara. “Suster, saya mau pergi.”
“Mau pergi ke mana?”
Indra menggeleng. “Saya sendiri belum tahu. Yang saya tahu saya sedang gelisah, ada banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sini.”
“Bagaimana tentang cita-citamu di sini? Banyak yang bisa mendukungmu di sini.”
“Suster, kalau Allah Bapa menunjukkan saya harus kembali untuk mengabdi di sini, saya pasti akan kembali!”
“Kalau tidak?”