Masihkah Senyum Itu Untukku?

Hendra Purnama
Chapter #13

MEREKA: Puisi Ini Dari-Nya, Untuk Kita

(1)

Indra

Cahaya biru berlapis sejumput kelam turun menciumi kabut, menemani sosok anak Adam yang terbaring gelisah di tempat tidurnya sambil membawa satu-satu tarikan napasnya berisi cinta yang terlihat jelas. Jangan kauganggu sebab tak pernah akan kautemukan gelembung-gelembung cinta seperti itu walau kaucari seratus abad lamanya dari setiap hati mereka yang melintas tergesa dihadapanmu.

 

Tolong, jangan datang padaku

Ini yang menampar-nampar dengan setia

Saat aku ingin beristirahat

Saat aku nyata ingin menghilang

Saat aku ingin diam saja

 

Temaram makin turun, kabut mendadak sirna dibawa tiupan angin yang lembut tapi mengguncangkan daun-daun, merobek lembaran-lembaran, menyingkapkan kenyataan yang disembunyikan. Membawa semua makhluk pendzikir pada sisi realita yang harus dihadapinya sendiri tanpa ada yang peduli.

 

Bolehkah aku memaki semuanya?

Saat getaran ini makin ada

Aku tidak mampu melawannya

Saat kauhadirkan sosok Hawa

Yang membuat aku terjungkal sendirian

Yang membuat aku berkeringat di tengah malam

Gerah oleh perasaan tak biasa :

Cinta

 

Jangan salahkan aku,

Tolong…

Entah siapa yang mengirim dia padaku

Entah siapa yang membuat bola mata itu

Sehingga sedemikian bening

Mengkristal…

Membangun imajiku akan isi hatinya

Yang pasti juga sebening embun

Selembut salju…

Seputih kapas…

Sehalus sutra…

 

Lama sekali. Keheningan mulai menyergap menggantikan tenaram yang ada. Satu per satu dzikir alam raya terhenti. Bukan mati, tapi lelap dalam mimpi masing-masing.

 

(2)

Zaki

Keheningan alam raya makin nyata, sementara ada sosok jiwa yang terbungkus kain putih sedang bersimpuh menghadap Sang Mahasempurna.

 

Ya Allah, sudah waktu satu pertiga malam

Betapa cepat waktu berlalu

Tapi hidupku begitu pula

Jika ini adalah ujian

Yang harus aku tempuh

Dengan tangan dan kaki yang lelah

Maka akan aku jalani ini semua dengan

Kesadaran tanpa batas

 

Ya Allah yang Maha Pemurah

Jika semua ini adalah sikap darimu

Semoga apa yang aku alami ini

Menjadi tebusan bagi kehidupanku

Di akhirat kelak

Yang lebih baik

Dari apa yang aku alami

Hari ini

 

Hening, Suara Isakan perlahan mengambil alih udara malam

 

Betapa berat segala yang kuterima

Segala yang aku rasakan

Padahal aku tidak ingin terjebak lagi Ya Allah

Napasku tinggal satu-satu saat kuhirup udara-Mu

Janganlah lagi Kauserahkan rasa ini

Aku ingin menghindar

Apakah aku bisa

Apakah aku sanggup

 

Mungkin tidak

Maka izinkanlah aku menyerah

Setidaknya tidak Ya Allah…

Aku sudah pasrah

Dalam semua penglihatan-Mu

 

Tolong jawab ya Allah

Bolehkah jiwa hamba menyerah saat ini?

 

Kembali hening. Dua anak manusia perlahan terlelap sendiri-sendiri. Tanpa ada yang bisa mengerti betapa kecamuk rasa it uterus bergolak, betapa cerita ini akan terus berlanjut panjang. Dengan segala kemungkinannya, dengan segala doa dan kepasrahan, dua anak manusia terlelap sendiri-sendiri…

 

 

(3)

Waktu terasa berhenti ketika dua mata itu bertaut kembali, diselingi marmer putih nan licin dan kukuh. Dan suara mereka yang mengaji kitab suci, merdu, sendu, juga pilu…

 

Indra

Tolong jangan pergi dulu

Izinkan aku berkata sesuatu padamu

Sekali saja

Setelah itu kau boleh pergi sesukamu

Untuk tinggalkan aku

 

Zaki

(dalam hati)

Apakah yang harus aku dengar?

Sedang matamu sudah mengatakan segalanya

Aku tidak akan tertipu binar itu

Sebab aku sudah pernah memilikinya dulu

Lihat selengkapnya