Masihkah Senyum Itu Untukku?

Hendra Purnama
Chapter #24

INDRA: Sudut

Kukira mimpi buruk pun tidak seperti ini. Ini terlalu sakit, terlalu nyata. Tapi aku tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Ini semua salahku, jelas sekali salahku. Aku pernah dengar sebuah kalimat, jangan pernah terlalu mencintai seseorang sebab ketika cinta itu hilang rasanya pasti akan terlalu sakit. Tadinya aku tidak percaya, tapi sekarang setelah mengalami sendiri setidaknya aku jadi percaya. Allah berkehendak lain, dan aku hanya bisa pasrah pada-Nya. Aku sendiri hanya manusia, apa lagi yang aku bisa?

Namun justru karena aku manusia, maka aku masih punya otak. Aku tidak akan melepaskan cintaku begitu saja. Aku paham betul keinginan Zaki, dan satu-satunya cara adalah mengikuti keinginannya itu.

Aku terlalu mencintai Zaki, terlalu sekali, dan rasa cinta ini terlalu besar sampai-sampai terkadang aku tidak kuat menanggungnya. Maka siapa lagi yang kuharap akan memberiku kekuatan selain Dia yang sudah menitipkan rasa ini? Ini hanya antara aku dan Penciptaku, tidak boleh ada siapa pun yang ikut campur, tidak juga para malaikat atau iblis sekalipun.

Rasa cinta ini sudah terlalu besar, cukup besar untuk membuatku kuat berdiri dengan semangat yang sudah setengah mati. Ketika malam mulai turun, aku duduk sendiri di sudut kamar, membiarkan pikiranku melayang jauh. Betapa rumitnya perasaan yang kurasakan saat ini, teramat dalam dan membingungkan. Aku merasa seperti terjebak dalam labirin emosi yang tak berujung, tak tahu harus kemana arahnya.

Aku masih teringat dengan jelas saat Zaki memutuskan hubungan kami. Rasanya seperti pukulan telak yang membuatku terduduk, tak mampu bergerak. Tapi di balik kesedihan itu, aku juga merasakan rasa lega yang aneh. Lega karena Zaki mengungkapkan kejujurannya, bahwa dia tidak lagi merasa nyaman dalam hubungan ini. Namun sebenarnya di balik kelegaan itu aku merasa seperti jatuh dari ketinggian. Terlalu tinggi untuk dijangkau oleh tangan-tangan kecilku. Dan entah bagaimana, aku harus bangkit kembali, mencari jalan keluar dari labirin yang aku ciptakan sendiri.

Aku berulang kali mengutip napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tapi rasa sakit itu tetap terasa, menghantui setiap detik hidupku. Aku tak bisa menyalahkan siapa pun, karena aku tahu, ini semua adalah konsekuensi dari cinta yang begitu besar.

Jika suatu hari Zaki mengetahui perasaanku, aku hanya bisa berharap yang terbaik. Aku akan menerima apapun yang menjadi keputusannya, karena aku tahu bahwa Allah memiliki rencana yang lebih indah dari apa yang bisa kita bayangkan. Sekarang, aku hanya bisa memperjuangkan cintaku dengan sepenuh hati, dan berharap bahwa suatu saat nanti, segala sesuatunya akan menjadi lebih baik.

Andai saja Zaki tahu, yah… andai saja…

Dalam kesedihan yang mendalam, aku merasa terpuruk. Aku tak lagi punya harapan, tak lagi memiliki semangat untuk melangkah ke depan. Setiap hembusan nafasku terasa berat, setiap detik terasa menyiksa. Aku seperti terperangkap dalam jurang kegelapan, tak ada sinar yang mampu menembusnya. Pandangan mataku kosong, hatiku hampa. Aku mencoba mencari arti dari semua ini, mencari pemahaman akan kehendak yang tak terduga. Namun, semuanya terasa sia-sia. Aku merasa kehilangan arah, kehilangan makna dalam hidupku.

Lihat selengkapnya