Masihkah Senyum Itu Untukku?

Hendra Purnama
Chapter #26

ZAKIA: Selembar Folio Tak Berdosa

Assalamualaikum wr, wb

Zaki harap, surat ini menemui Indra dalam keadaan yang baik. Zaki tidak tahu harus memulai dari mana, namun pikiran Zaki terus dipenuhi oleh momen telepon dari Indra malam itu. Begitu banyak pikiran dan emosi yang melanda, tapi yang paling mendominasi adalah perasaan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Zaki bertanya-tanya terus, seberapa seriuskah keputusanmu? Apakah ini benar-benar sesuatu yang Indra sudah pikirkan dengan matang? Zaki tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, Kebingungan dan keraguan masih menghantui pikiran Zaki.

Sadarkah Indra dengan keputusan seperti itu, secara tidak langsung Indra sudah memberi sedikit paksaan pada Zaki? Seolah-olah membuat Zaki harus menerima, apalagi Indra sudah melibatkan orang tua Zaki. Ketika Indra datang menemui ayah, rasanya seperti Indra sudah memasukkan Zaki, atau kita berdua ke dalam situasi yang tak terduga. Zaki tak menyangka bahwa segalanya akan berjalan begitu cepat dan tiba-tiba. 

Meskipun dalam hati terdalam Zaki terkejut, tapi jangan salah sangka, Zaki tidak merasa kecewa.

Kemunculan Indra di hadapan ayah, membawa suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari, sebuah titik balik yang membuat Zaki harus menghadapi segala ketidakpastian. Namun, meski terkejut, Zaki tidak bisa mengabaikan bahwa langkah Indra itu menunjukkan keseriusan dan komitmen yang sejauh ini hanya Zaki pandang sebelah mata

Zaki merasa sedikit dipaksa mengambil keputusan dalam situasi seperti ini. Tapi, sekaligus Zaki juga merasa lega, karena pada titik ini, semuanya menjadi lebih jelas. Walaupun dalam hati masih ada kebingungan dan keraguan, tapi ada ketenangan tersendiri menyusul kejutan ini.Tapi Zaki tidak kecewa pada Indra, malah di sisi lain Indra sudah menunjukkan keseriusan dan komitmen yang selama ini hanya omong belaka. Dan satu hal yang Zaki tidak lupakan, kita pernah saling mencintai, bahkan saat ini pun rasa itu masih ada.

Semua yang Indra katakan dalam telepon, Indra perkuat lagi dalam surat yang datang beberapa hari kemudian, kan? Dra, bahkan tanpa surat itu pun semuanya sudah jelas. Tak perlu lagi rasanya Indra repot mengirim surat, apalagi surat cinta. (Maaf, sebenarnya Zaki pun masih ragu apakah yang Indra kirim itu surat cinta?)

Zaki harap Indra setuju kalau Zaki bilang bahwa ketenangan hati adalah lebih penting, menghargai perasaan sendiri adalah lebih utama (semoga itu tidak salah. Kalaupun salah, Zaki mohon dimaafkan).

Sekarang pertanyaannya: Apakah benar Zaki telah melangkah di jalur yang tepat dengan meminta pemahaman Indra tentang pentingnya kedamaian batin? Ataukah Zaki telah membuat kesalahan yang besar dengan mengajukan keinginanku sedemikian rupa?

Dalam pergulatan hati ini, Zaki menyadari bahwa tidak ada jaminan pasti tentang apa yang tepat atau salah. Kehidupan seringkali seperti medan yang terjal, di mana kita harus mengambil keputusan tanpa tahu apakah itu benar atau salah. Dan Zaki, seperti manusia biasa lainnya, terkadang merasa takut akan konsekuensi dari setiap langkah yang Zaki ambil.

Lihat selengkapnya