26 April 2020
Common Coffee, Common Park, Kemang Timur, Jakarta Selatan.
“Kanti, uang buat Bapak sudah Mas transfer ya.”
Ada jeda cukup panjang di seberang sambungan telpon. Bima bisa mendengar Kanti, adiknya, menghela napas.
“Baik, matur suwun, Mas. Nanti kusampaikan ke Bapak. Mas nggak mau telpon Bapak sendiri? Ini bulan Ramadhan, lho. Telponlah Mas, sesekali,” Kanti membujuk lembut.
“Ya, nanti pasti kutelpon,” Bima memejamkan mata, mengurut pelipisnya. “Gimana di Solo keadannya Ti? Kamu dan Bapak nggak kekurangan apa pun, kan?”
“Kami baik- baik, Mas, jangan khawatir. Aku selalu bisa dapat masker, vitamin, dan keperluan lainnya dari apotek,” jawab Kanti. “Mas sendiri gimana kabarnya? Aku nonton berita soal rekan bisnis Mas di televisi.”
“Aku nggak apa- apa, Kan. Aku pasti bisa bereskan semua,” jawab Bima.
Kanti terdiam lagi untuk beberapa saat.
“Kalau begitu, telpon Bapak ya Mas?” Kanti membujuk lagi. “Terakhir kali Mas Bima bicara sama Bapak, waktu acara lamaran, kan? Bapak senang sekali waktu itu lho, Mas. Aku tahu Bapak berharap bahwa setelah itu semua akan kembali baik seperti semula.”
Kali ini Bima yang terdiam.
“Mas, sudah sepuluh tahun, lho,” Kanti berkata berat. “Ibu meninggal bukan kesalahan Bapak, Mas.”
***
27 April 2020
Cilandak Town House, Jakarta Selatan.
Nessa menggosok matanya dan menguap. Entah sudah berapa jam ia bekerja menjahit masker demi masker. Dua hari yang lalu, ia membuat prototype sebuah masker dengan ornamen payet, kemudian membuat post promosi di akun Instagram “Just Loose It”. Tak disangka, kolom direct message nya segera dipenuhi permintaan akan masker tersebut. Antusiasme yang timbul untuk sebuah masker berornamen cantik justru lebih tinggi dibandingkan koleksi pakaian Lebaran.
Melihat ini sebagai peluang, Nessa memprioritaskan produksi masker di seminggu pertama bulan Ramadhan. Nessa sudah berhitung, berdasarkan kecepatan produksi kedua penjahitnya, tak mungkin memenuhi target volume masker hanya dalam tujuh hari. Tapi, ia juga tak punya dana cadangan untuk mempekerjakan satu lagi penjahit. Akhirnya, ia pun harus turun tangan menjahit masker- masker itu, siang dan malam.
Sayup- sayup, Nessa mendengar suara orang mengaji dari speaker masjid terdekat. Ia menoleh pada jam di dinding garasi dan terkejut. Jam tiga pagi?
“Nessa.”