1 Mei 2020
Rumah Sakit Slamet Riyadi, Surakarta, Jawa Tengah.
“Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan larangan mudik dilakukan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. kebijakan itu tertuang dalam Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H.
"Mudik tetap dilarang, tidak ada perubahan atas hal itu. Yang tengah kami lakukan adalah menyusun Surat Edaran dari Dirjen Perhubungan Darat, Laut, Udara, dan Perkeretaapian sebagai aturan turunan dari Permenhub 25/2020," kata Adita dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (1/5/2020).”
(Dilansir dari: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4998524/aturan-pengoperasian-transportasi-masih-dibuat-mudik-masih-boleh)
Bima memandangi televisi yang dipasang di dinding lobi rumah sakit. Sudah sepuluh tahun ia tak berurusan dengan kata mudik. Siapa sangka, justru di tengah pandemi dan di hadapan larangan pemerintah, ia pulang ke kota kelahiran? Untuk bertemu satu orang yang paling dihindarinya?
Kemudian Bima memandang berkeliling. Suasana rumah sakit terasa berbeda saat pandemi. Beberapa tenaga medis lalu lalang mengenakan alat pelindung diri. Semua orang berusaha menjaga jarak dengan wajah tertutup masker. Bima bergidik memikirkan betapa tinggi risiko penularan virus di tempat ini. Dalam dirinya, terbit rasa hormat baru untuk mereka yang bekerja keras di garis depan.
“Mas Bima.”
Bima menoleh ke arah suara. Ia memerlukan waktu beberapa detik untuk mengenali adiknya sendiri.
Wajah Kanti tertutup masker medis dan kaca mata plastik. Ia mengenakan jilbab longgar dan setelan training berbahan parasut yang tak padu warnanya. Jelas pilihan fashion asal saja yang dibuat dalam ketergesaan mengantar ayah mereka ke rumah sakit. Mata Kanti tampak lelah.
Bima ingin sekali memeluk adik semata wayangnya itu. Tapi, ia harus menahan diri untuk berdiri dalam jarak aman.
“Kamu baik- baik saja Ti?” akhirnya hanya itu yang bisa Bima katakan. Ia mengangsurkan tas besar yang dibawanya dari rumah ke tangan Kanti. “Kubawakan baju ganti buat kamu juga.”
“Terima kasih, Mas. Untuk ini, untuk transferannya,” Kanti menjawab letih. “Juga karena sudah jauh- jauh datang dari Jakarta.”
Bima terdiam. “Terima kasih karena sudah ada di sini, Ti. Terima kasih karena sudah menemani Bapak selama aku nggak ada,” balasnya kemudian.
Hening beberapa saat. Bima sungguh tak pernah berharap akan dipertemukan dengan adiknya dalam situasi seperti ini.
“Ada apa sih Ti sebenarnya? Bapak sudah lama sakit atau gimana?” tanya Bima kemudian.
Kanti tampak menghela napas. Ia lalu memberi isyarat ke arah bangku kosong di ujung lobi. Mereka berdua lalu duduk di atasnya. Bima menanti informasi selanjutnya dengan waspada.
“Bapak habis ditipu, Mas,” Kanti berkata tanpa basa- basi.
“Ditipu gimana?” Bima mulai resah.
“Aku tahu dari teman Bapak yang tadi membesuk ke sini. Akhir tahun lalu, Bapak dan beberapa pensiunan guru lain ikut program investasi. Katanya, diajak salah satu kenalan mereka. Entah berapa uang yang Bapak investasikan, tapi sepertinya banyak,” Kanti mulai bercerita.
Bima terdiam. Ia sudah sering mendengar cerita dari Keenan tentang para pensiunan minim pengetahuan finansial yang menjadi korban investasi bodong. Tapi, ia tak menyangka hal ini akan terjadi pada ayahnya sendiri.
“Minggu lalu, orang ini kabur. Dia cuma titip pesan, dana yang sudah diinvestasikan hilang karena pandemi. Katanya, sudah biasa dalam bisnis. Nggak tahulah Mas, aku juga bingung. Pandemi ini banyak orang jadi keblinger. Atau, bisa jadi program ini memang penipuan sejak awal,” Kanti menghela napas. “Maaf ya Mas, aku nggak awasi Bapak dengan lebih baik.”
Bima menggeleng. “Bukan salah kamu,” katanya menenangkan.
Tapi, sesuatu mengusik Bima. Sepanjang mengenal ayahnya, beliau selalu sangat sederhana dan ekstra hati- hati. Tak pernah membeli apa pun tanpa pertimbangan panjang. Setahu Bima, beliau bahkan tak pernah berhutang. Rasanya tak masuk akal jika ia tiba- tiba terlibat program investasi berisiko. Sehebat apa orang yang berhasil membujuknya?
“Di jalan semua aman, Mas?” Kanti berusaha mengalihkan pembicaraan.