Masker dan Kopi Literan

Mutiarini
Chapter #17

Bab 17 : Tak Perlu Menunggu

17 Juni 2020

Perumahan Cilandak Townhouse, Jakarta Selatan.

Di hari ketujuh, Nessa akhirnya merasa lapar. Ia berhasil menyeret dirinya ke meja makan, di mana Mbak Sur menghidangkan nasi goreng dan buah potong.

Tepat di hari Nessa mengembalikan cincin pertunangannya pada Bima, kedua orangtuanya pergi ke Balikpapan. Mereka akan berada di sana selama beberapa waktu untuk mengurus bisnis. Nessa mensyukuri kebetulan yang menyedihkan ini. Ia belum siap memberi tahu mereka bahwa pernikahannya yang sudah ditunggu bertahun- tahun harus dibatalkan.

Nessa menyendok makanannya dengan muram. Ia tak mampu mengingat dengan jelas apa yang terjadi di tujuh hari terakhir. Ia hanya ingat mengurung diri di kamar hampir sepanjang waktu, sesekali turun ke garasi untuk memeriksa pekerjaan Bu Asih dan Sinta, lalu menelpon Inka setiap malam untuk meratap. 

Selain Inka, Nessa hanya bicara pada ibunya, yang sesekali dikiriminya pesan hanya supaya beliau tahu ia masih hidup. Ia tak memeriksa apakah Bima menelpon atau mengiriminya pesan. Ia bahkan sudah melatih Sinta untuk memproses pembelian yang masuk. Untuk kali pertama, Nessa tak tertarik menjalani hidupnya.

Mimpi buruk Nessa kini didominasi adegan para bibi dan sepupu mengantarnya berkeliling toko pakaian di mall. Tapi, alih- alih menjual pakaian, toko- toko itu memajang banyak pria dengan berbagai kewarganegaraan. Nessa terus mencari, tapi ia tak bisa menemukan Bima di mana pun.

“Kamu selalu jadi yang terakhir ya, Ness. Kamu gendut, sih.”

Nessa menghentikan sarapannya di suapan kelima. Ia kembali ke kamar untuk bergelung di dalam selimut.

***

17 Juni 2020

Apartemen Bareksa City, Jakarta Timur.

“Mas? Mas Bima?”

Bima tersentak. Ia berpaling pada Rangga, yang mengangsurkan tas kanvas berisi botol- botol kopi literan padanya.

“Ini lima botol lagi, Mas. Buat tower Damar dan Kemuning,” kata Rangga. Ekspresinya adalah campuran antara sungkan dan bersimpati. Jelas ia menyesal harus mengganggu sesi melamun sang atasan dan memintanya menjadi kurir.

Rangkaian promosi yang diciptakan Bima beberapa minggu terakhir akhirnya membuahkan hasil. Pesanan mulai mengalir ke kedai Common Coffee, dengan kemasan literan sebagai primadona. Sebentar lagi, Bima bisa mendaftarkan lokasi kios barunya ke aplikasi pemesanan makanan online.

“Oke,” Bima menyambar tas kanvas itu dan mulai berjalan.

Entah sudah berapa ratus botol kopi literan yang Bima antarkan. Entah sudah berapa ratus pintu yang ia ketuk. Lewat pengalaman barunya ini, Bima belajar tentang berbagai jenis manusia dan bagaimana mereka memperlakukan manusia lainnya.

Beberapa orang pelanggan menyambutnya ramah, mengajaknya mengobrol, kemudian memberinya uang tip. Beberapa lagi menggumamkan terima kasih dengan tak acuh, atau menerima kopinya sambil bertelpon. Tak sedikit yang berteriak dari dalam supaya Bima meninggalkan kopi pesanan mereka di depan pintu.

Bima tak pernah menerima ragam perlakuan seperti ini. Tapi, di saat yang sama ia juga sadar, kini tak ada lagi yang mengenalnya sebagai rising star perusahaan oil and gas besar, atau pun sebagai pemilik coffee shop ternama rekan bisnis Keenan Rajendra.

Ia hanyalah dirinya, terlepas dari semua status dan atribut yang mengiringinya.

Setiap mengetuk satu pintu, Bima berusaha menebak perlakuan seperti apa yang akan ia terima dari orang yang membukanya. Setiap satu pintu dibuka, Bima belajar untuk tidak memaknai nilai dirinya dari bagaimana perlakuan si pembuka pintu.

Setiap mengetuk satu pintu, Bima berdoa supaya kesempatan keduanya segera terbuka.

***

 

24 Juni 2020

Perumahan Cilandak Townhouse, Jakarta Selatan.

Setelah minggu kedua, akhirnya Nessa berani menatap bayangannya sendiri di pantulan cermin.

Ia baru saja mandi. Rambutnya masih basah dan ia mengenakan salah satu produk lounge wear terbarunya. Nessa memperhatikan wajahnya yang tirus dan matanya yang cekung. Ia tampak menyedihkan. Serangan mimpi buruknya belum juga berakhir. Mungkin Inka benar, ia harus mulai bicara pada seorang psikolog.

Lihat selengkapnya