Masker dan Kopi Literan

Mutiarini
Chapter #18

Bab 18 : Menjadi Kepala Keluarga

28 Juni 2020

Perumahan Cilandak Townhouse, Jakarta Selatan.

Setelah berminggu- minggu mengumpulkan keberanian, Nessa akhirnya menghubungi psikolog yang direkomendasikan Inka. Sungguh ganjil rasanya harus berbicara dengan seorang tak dikenal lewat Whatsapp video call untuk membahas hal- hal paling pribadi. Tapi, Nessa merasa sudah berada di ambang batas kewarasannya.

“Kamu mengalami banyak sekali perubahan dalam beberapa bulan terakhir ini, Nessa. Bertunangan, berhenti kerja korporat, membuka bisnis, menghadapi pandemi, putus cinta, sampai akhirnya dilamar orang lain,” Mbak Ajeng, sang psikolog, tersenyum menenangkan dari layar ponsel Nessa. “Wajar banget kok, kalau kamu merasa kewalahan.”

Nessa menghembuskan napas lega. Ternyata, ia tidak gila atau mengada- ada.

“Tapi Mbak, kok Bima…” Nessa berhenti. Rasanya menyakitkan menyebut nama mantan tunangannya. “Kok, orang- orang lain sepertinya bisa lebih kuat ya? Semua mimpi buruk itu… rasanya kayak aku kembali ke waktu dua puluh tahun yang lalu.”

“Ah, soal mimpi buruk kamu,” Ajeng menanggapi. “Kamu akhirnya memulai bisnis yang idenya berasal dari ketidaknyamananmu dengan tubuh sendiri. Karena nggak lagi harus pergi ke kantor, kamu juga jadi lebih sering bertemu para bibi dan sepupumu. Itu semua bisa membawa kembali kenangan buruk yang selama ini kamu kubur dalam- dalam.”

Nessa terdiam. Dua puluh tahun hidup dengan jadwal olah raga ketat serta diet yang yang disiplin, dan ia masih membenci tubuhnya sendiri. Mengerikan bagaimana body issues bisa sedemikian dalam mempengaruhi hidup seseorang.

“Nessa,” Ajeng berkata lagi. “Hubungan romantis dengan orang lain, entah itu Bima atau Augie, tidak akan menghentikan kamu membenci diri sendiri. Harus kamu yang menghentikan semua ini. Harus kamu yang menyembuhkan dirimu.”

“Aku mau banget Mbak,” Nessa mengeluh. “Tapi, aku nggak tahu caranya.”

“Coba kamu pikirkan cara untuk menerima dan berterima kasih pada tubuhmu,” ujar Ajeng. “Setiap hari, sebutkan hal apa saja yang kamu syukuri dari tubuhmu.”

Nessa melirik cermin di dinding kamar yang memantulkan siluet separuh tubuhnya. Seumur hidup, ia sudah mencoba memikirkan hal yang sama. Sayang, ia tak pernah bisa menemukan jawabannya.

***

28 Juni 2020

Apartemen Bareksa City, Jakarta Timur.

Bima masih tak percaya bagaimana pandemi global, kasus penipuan, dan serangan stroke justru mendekatkannya kembali dengan sang ayah. Ini adalah kali kelima mereka bicara lewat Whatsapp video call setelah Bima kembali ke Jakarta. Sumardi tampak jauh lebih segar ketimbang terakhir kali Bima melihatnya. Tapi, hari ini Bima terpaksa harus menyampaikan sebuah kabar buruk.

Lihat selengkapnya