Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #2

Administrasi


Urusan administrasi adalah sesuatu yang kubenci. Aku harus mengurus tetek bengek kertas formal. Berarti aku harus ganti Kartu Tanda Penduduk. Pindah domisili itu bukan sekadar ganti tempat tidur. Belum lagi urusan ke pengadilan agama. Mantan istriku keberatan kalau dia keluar uang lagi. Lebih mudah nikah daripada cerai. Iya, karena aku dulu tinggal bilang ke kakak-kakak dan ibu. Sekarang tidak bisa lagi. Ibuku meninggal karena stroke tiga tahun yang lalu. Aku harus bolak-balik antara Tangerang-Magelang. Keluargaku, dalam hal ini saudara saudaraku menganggap aku telah keracunan ibukota. Harus kuakui, iya. Aku telah kecanduan ibukota. Di ibukota aku bisa mendapatkan pekerjaan sesuai bidang kuliahku: Ilmu Komunikasi. Di desa, aku menganggap tidak ada yang cocok.Ibu kota telah menjadi induk perkara segala hal. Inilah pusat perekonomian dan pemerintahan. Itu sebelum Joko Widodo mengajukan ide soal pemisahan ibu kota dengan pusat perekonomian. 

Aku disibukkan dengan persiapan media baru. Aku mengusulkan namanya: Investura ke temanku dan dia setuju. Aku bekerja sama dengan teman kuliahku dan beberapa rekan sejawat. Kami dulu satu kos waktu di Semarang. Investura adalah sebuah media daring untuk bisnis dan ekonomi mikro. Itu hasil olahanku untuk temanku, Dia mengeluh susah cari orang yang paham bisnis. Kuajukan Investura itu. Tempat untuk mencari kenalan. 

Aku memilih kos di daerah padat penduduk dengan alasan biasanya orang-orangnya lebih peduli. Tapi, aku juga harus terima sikap yang menurutku melebihi batas kesopanan aristokrat: menyetel musik keras-keras.

Pengalamanku di beberapa majalah gaya hidup tidak tepat untuk media baru ini. Maka kuajak teman kuliah yang lebih paham soal bisnis. Kalau soal kopi yang sedap, atau baju yang lagi in. aku paham. Atau makanan yang lagi terkenal di kota, aku mengikuti perkembangan beberapa kelompok restoran. Pengalamanku soal bisnis hanya sebatas tahu saat dulu kerja di koran. Sekitar dua tahunan. Beda dengan majalah gaya hidup yang sudah menginjak tahun ke-13. 

Aku pernah jadi ghost writer untuk beberapa konsultan bisnis. Aku jalani sekitar tiga tahun.Cukup terkenal instansi ini. Setidaknya punya cabang di beberapa belahan dunia. Salah satu pioner di bidang ini, Bisa dibilang pekerjaanku santai. Aku ikut rapat mingguan setiap Senin. Tapi jiwa jurnalistikku berontak. Aku seperti pion kapitalisme moderen.

Mungkin karena aku terlalu santai sehingga kontrakku tidak diperpanjang. Setidaknya aku sempat mengenyam beberapa kursus gratis untuk bagian personalia dan manajemen perusahaan. 

Lihat selengkapnya