Setelah beberapa minggu menjalani terapi di kolam renang, aku mulai merasakan dampak positifnya. Setiap kali tubuhku bergerak di dalam air, beban terasa lebih ringan, dan otot-ototku perlahan kembali menguat. Kolam renang itu, yang awalnya sekadar tempat terapi, berubah menjadi tempatku merajut kembali harapan. Mamad, dengan sifatnya yang relijius dan rendah hati, selalu menyambutku dengan senyuman. Setiap kali aku datang, ia akan menyapa dengan ramah, dan kadang memberiku semangat tambahan.
“Kamu pasti bisa. Lihat saja, langkahmu semakin kuat setiap harinya,” ucapnya suatu hari sambil berdiri di tepi kolam, menyaksikan langkah-langkah kecilku di dalam air.
Mamad memang sosok yang istimewa. Bagiku, ia adalah simbol ketekunan dan kerja keras. Ia adik tiri ibuku. Berawal dari seorang sopir angkot, ia tidak pernah berhenti belajar dan mencari peluang baru. Setelah sukses dengan usaha toko bangunan, ia berani mengambil langkah besar dengan membuka kolam renang. Investasi besar-besaran ia lakukan dengan penuh perhitungan, termasuk menghubungi sekolah-sekolah di sekitar Magelang untuk menawarkan program pendidikan renang. Ternyata, idenya itu berhasil menarik minat banyak sekolah. Sekarang, kolam renangnya sering dipadati siswa-siswa yang belajar berenang.
Tak hanya itu, Mamad juga memiliki visi ke depan. Begitu ia mendengar kabar tentang adanya sumber mata air hangat di sekitar Magelang, ia langsung berani mengeluarkan dana besar untuk membangun kolam dengan fasilitas pemandian air hangat. Kini, tempat itu tidak hanya menjadi tempat olahraga, tetapi juga destinasi wisata yang menarik banyak pengunjung dari luar kota. Di akhir pekan, suasana kolam renang begitu ramai; anak-anak bermain, para orang tua duduk santai, dan sesekali terdengar gelak tawa yang riuh.
Aku selalu merasa terinspirasi dengan cerita-cerita hidupnya. Mamad tak pernah bosan berbagi kisah tentang perjuangan dan kegigihan dalam menjalankan bisnis. Kadang, ia juga bercerita tentang cucunya yang mendapat beasiswa ke Mesir. “Mendapat beasiswa!” katanya, mencoba merendah, tapi matanya memancarkan kebanggaan yang sulit disembunyikan. Aku tahu, untuk bisa mendapatkan beasiswa ke Mesir, kemampuan bahasa Arab adalah syarat mutlak. Itu luar biasa, apalagi mengingat bagaimana pada usia 10 tahun, aku masih sibuk dengan sepeda dan teman-teman.