Setelah beberapa hari bersantai di Gombong, akhirnya aku menerima kabar bahwa mbak Dekret dan mbak Genah siap membawaku ke Cilacap untuk menjalani terapi. Aku menyambut tawaran mereka dengan penuh antusias, berharap ada cara lain yang bisa membantu mempercepat pemulihanku. Bekam, terapi yang kuanggap sudah akrab sejak dulu, ternyata berbeda dengan yang akan aku jalani kali ini: fashdu. Namun, aku baru mengetahui perbedaannya setelah tiba di Cilacap.
Sesampainya di Cilacap, kami langsung menuju tempat praktek terapi tersebut. Kami harus menunggu beberapa saat karena tempat ini cukup ramai, bahkan ada beberapa pasien yang datang dari luar kota. Menurut kakakku, tempat ini sudah terkenal di kalangan masyarakat yang mencari alternatif penyembuhan, terutama untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan darah seperti diabetes, hipertensi, darah kental, dan asam urat. Tempat ini seolah menjadi harapan bagi mereka yang telah mencoba berbagai pengobatan medis namun belum membuahkan hasil memuaskan.
Saat giliran kami tiba, aku mulai menyadari bahwa fashdu berbeda dari bekam. Bekam biasanya dilakukan dengan menggunakan cawan yang disedotkan ke kulit di berbagai titik tubuh untuk mengeluarkan darah kotor. Sedangkan fashdu lebih spesifik. Fashdu hanya dilakukan pada pembuluh darah di tangan atau kaki, mengeluarkan darah segar langsung dari vena. Bagi sebagian orang yang takut melihat darah, fashdu mungkin bukan terapi yang nyaman. Bahkan ada pasien yang menutup mata dengan kain saat darahnya dikeluarkan, mungkin untuk menghindari rasa takut.
Terapi fashdu ini juga mengundang beberapa praktisi medis yang penasaran dengan khasiatnya. Katanya, sudah ada cerita-cerita luar biasa dari pasien yang dulunya datang dalam kondisi lumpuh, lalu kini bisa berjalan lagi setelah beberapa kali menjalani fashdu. Apakah ini hanya kebetulan atau benar-benar hasil dari terapi, aku tidak tahu pasti. Namun, setiap kali menjalani sesi fashdu, aku bisa merasakan efek segarnya, seolah-olah ada energi baru yang mengalir dalam tubuhku.
Terapi fashdu itu kujalani sekitar lima kali, dan di setiap sesi, darah segar dikeluarkan dari lenganku. Beberapa kali aku merasakan sedikit nyeri saat jarum menembus pembuluh darah, namun aku mengabaikan rasa sakit itu, berharap ada manfaat yang lebih besar di baliknya. Meskipun banyak yang mengaitkan fashdu ini dengan praktik hadits nabi, aku sempat mencari tahu lebih dalam dan menemukan bahwa fashdu sebenarnya adalah modifikasi dari metode bekam. Walau begitu, banyak orang yang percaya bahwa ini adalah cara efektif untuk membersihkan tubuh dari "darah kotor" atau darah yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh.
Selain fashdu, aku juga menjalani terapi pijat saraf dengan Pak Min, kenalan kakakku. Pak Min ini memiliki kemampuan unik dalam memijat saraf-saraf tubuh. Aku sempat meragukan keampuhannya, tapi kakakku merekomendasikannya dengan penuh keyakinan. Ternyata, pijatan Pak Min tidak main-main. Sakitnya luar biasa! Namun, setiap kali ia memijat, ada efek aneh yang kurasakan; misalnya saat ia menekan bagian tangan, rasa sakit malah menjalar ke perutku, atau saat ia memijat kaki, rasa sakit justru terasa di dada. Mungkin inilah yang disebut pijat saraf.