Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #6

SD

Aku marah. Aku ingin menghancurkan sekolah dasar ini. Aku ingin membolak balikkan meja kursi itu. Siapa yang berani melarangku? Ayahku orang penting di kecamatan. Paling nanti kalau sudah capek ngamuknya, aku diajak ke perpustakaan untuk membaca beberapa buku cerita. Atau aku disuguhi majalah majalah untuk anak. Aku menduga, mereka pikir akan memerbaiki sikapku dengan membaca? Itu tak mungkin. Aku melakukannya karena ingin saja. Orang-orang jadi perhatian sama aku. Itu saja. 

Pernah, kulontarkan batu segenggaman tangan ke kerumunan anak yang menjadikanku tontonan. Aku tak peduli. Aku jengkel. Bukan itu yang kumau. Aku bukanlah tiontonan. Baru kemudian kutahu, batu yang kulempar itu mengenai salah satu temanku. Orang tuanya marah. Mmkmencariku. Untungnya tidak terlaksana. Kalau jadi, bisa kalah aku. Dia sudah besar, dan aku masih anak SD. Dia tukang bakso keliling pasti tenaganya kuat sekali.

Itu kelakuan zaman SD. Aku acap mengamuk di sekolah kalau ada yang menggangguku. Biasanya sekolah langsung dibubarkan. Dengan kata lain tidak ada pelajaran. Murid-murid dipulangkan lebih dini. Aku bangga. 

Hanya satu guru yang berani melarangku. Dia adalah pamanku. Orang lain tidak ada yang berani karena ayahku orang penting di kecamatan. Paling kepala sekolah yang perempuan yang berani menghukumku. Dia biasanya mencubitku dengan keras di paha.

Aku bangga dengan "prestasi" itu. Setiap guru baru, aku selalu diperkenalkan lebih dulu. Aku anak penting di sekolahan ini. Mereka "harus" tahu itu.

Menginjak SMP aku mulai sadar. Dunia ini tidak seluas desaku saja. Menginjak Sekolah Menengah Atas (SMA), aku semakin tersadar bahwa hidup ini beraneka ragam. Teman-temanku mulai meluas sampai sekabupaten dan kotamadya. Magelang itu dibagi dua: kabupaten dan kotamadya. Aku masuk di kabupaten. Perjalanan ke sekolah aku harus bangun sangat pagi, Setengah enam pagi semua harus kelar semua. Telat setengah jam saja, bisa-bisa tidak sekolah.

Lihat selengkapnya