Terapis pribadi sering lebih efektif daripada terapis rombongan. Aku pernah setahun menjalani terapi ramai-ramai di sebuah rumah sakit. Rumah sakit itu terhitung lengkap fasilitasnya, Mulai terapi sederhana seperti sinar infra merah, sampai ke kolam renang. Tapi aku seperti objek yang kehilangan makna hidup. Di sini sering kutemui pasien-pasien dengan lagak sok tidak sakit. Padahal selintas saja akan tahu kalau orang tersebut tidak baik-baik saja.
Aku dulu tiap pekan ke sana. Awal mulanya aku antusias, itu positif sekali. Menunjukkan gairah untuk hidup. Tapi sebulan, tiga bulan,satu semester sampai setahun tidak ada yang berubah. Aku terhenti di komunitas orang tua lagi.
Selama itu terjadi aku ikut kakakku mbak Genah. Setiap pagi aku, kakakku, dan iparku jalan pagi. Mereka sebenarnya adalah stroker yang selamat. Kami menelusuri jalanan desa setelah shalat Subuh. Menyapa tetangga dengan antusias. Sembari bersosialisasi aku menyempatkan untuk jalan pagi sendirian kalau mereka berdua bangun kesiangan.
Stroke kan gangguan di saraf otak, tapi bagian otaknya tidak diterapi?
Selama ini terapi infra merah dan setrum listrik hanya kaki , tangan, dan punggung. Tidak ada yang kepala.
Konon di sana ada terapi baru yang harga alatnya cukup untuk bikin rumah sakit baru. Di Magelang konon hanya ada di sana. Aku pun pindah ke tempat itu. Permulaan begitu mudahnya. Semua tampak sempurna. Istri almarhum Mas Dwiatno juga sembuh di sana. Padahal dia lebih parah dibandingkan aku. Dia sudah naik kursi roda, Dan usianya jauh di atasku.
Beberapa bulan kemudian aku tahu kalau sebenarnya ada juga alat itu. Di sebuah rumah sakit lain. Begitu kutanyakan, ternyata sedang rusak.
Singkat kata aku ke klinik baru itu. Harganya memang dua kali lipat lebih mahal. Tapi aku yakin stroke ku bisa sembuh di sana.
"Perhatikan keuanganmu" kata Mbak Genah suatu ketika.
Aku mengangguk tak peduli. Di Jakarta, lebih mahal lagi biaya terapinya.
Terapi itu terapi magnet. Dengan aliran listrik akan membuat medan magnet diterapkan di sekujur badan. Dimulai dari kepala dan berakhir di kedua telapak kaki.Hal itu dilakukan secara berurutan. Teknik ini di Amerika Serikat digunakan untuk penyandang depresi.
Ini lebih privat.
Di tempat ini juga menyediakan akupuntur. Akhirnya kucoba sebagai selingan.
Satu pasien satu waktu. Cukup lama aku menikmati terapi mahal ini. Setelah sekitar satu setengah tahun lebih aku usul untuk pindah ke spesialis stroke.
Ada terapi khusus stroke. Dan benar, terapisnya tahu kalau di lidahku ada penggumpalan darah.