Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #12

Rokokku

Cahaya lampu neon berkedip-kedip di atas kepala, memancarkan nuansa aneh di kantor Investura yang sibuk. Kebisingan dari ketukan keyboard dan celoteh ringan seolah berbaur dengan gelegak tawa yang sesekali terdengar. Aku dikelilingi oleh wajah-wajah muda yang tampak penuh semangat. Mata mereka berbinar dengan ambisi besar dan energi yang mereka tularkan di ruangan itu. Mereka adalah para pionir generasi digital; cepat, tangkas, dan selalu haus akan inovasi. Tetapi, aku berbeda. Pada usia 45, aku merasa seperti dinosaurus di tengah hutan teknologi tinggi ini.


Aku bukan lagi bagian dari dunia ini. Sempat meniti karier di sebuah perusahaan multinasional, aku merasa mapan dan aman. Namun, saat kontrakku tak diperpanjang, hidupku berubah drastis. Kini, aku berdiri di kantor rintisan ini, mencoba menyesuaikan diri di antara anak-anak muda yang jauh lebih fasih dalam dunia teknologi. Mereka melihat dunia sebagai tempat penuh peluang dan kemungkinan, sementara aku masih berusaha memahami mengapa sistem baru yang mereka buat bisa berjalan begitu cepat dan efisien.


Di kantor ini, aku menemukan kenyamanan dengan orang-orang seusia, yang juga terlempar ke dunia digital. Kami adalah para veteran yang terjebak di lanskap digital baru yang belum sepenuhnya kami pahami. Setiap sore, kami berkumpul di pojokan kantor, menciptakan sebuah 'zona aman' bagi kami untuk saling berbagi cerita. Di sana, kami seperti kelompok orang yang tidak cocok dengan budaya di sekitar kami, yang menemukan kebersamaan dalam tradisi sederhana: merokok.


Aroma tembakau dan asap rokok berputar-putar di udara, menciptakan awan nyaman yang melindungi kami dari tekanan pekerjaan. Kami berbicara tentang kisah masa lalu kami, mengenang kegemilangan yang pernah ada dan membicarakan ketakutan tentang masa depan yang tak menentu. Dalam percakapan kami, beban usia terasa terangkat, tergantikan oleh perasaan persaudaraan yang menguat. Ada sesuatu yang aneh tapi menyenangkan dalam kebiasaan ini, seperti sepotong nostalgia di era digital.


Suatu hari, seorang karyawan baru bergabung. Dia masih muda, bermata cerah, dan tampak antusias menyerap semua yang bisa dia pelajari. Aku menyaksikan dia berinteraksi dengan para karyawan yang lebih muda, penuh energi dan tawa yang menggema di kantor. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa iri. Ada suatu waktu di masa lalu ketika aku memiliki energi yang sama, keyakinan yang sama bahwa dunia ini bisa diubah dengan semangat dan kerja keras.


Namun, di luar dugaan, dia mendekati kami di sudut merokok. Aku sudah bersiap untuk ceramahnya tentang bahaya asap rokok, karena kebanyakan dari mereka yang lebih muda memiliki pandangan yang kuat terhadap hal tersebut. Tetapi, tanpa diduga, dia duduk di samping kami dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” katanya dengan nada ramah.


Aku sedikit terkejut, dan mengangguk.


"Mengapa Anda semua terus datang ke sini?” tanyanya dengan jujur.

Lihat selengkapnya