Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #14

Australia

Aku tertarik dengan Australia. Dua kali aku ke sana. Ini adalah pertama kali ke sana atas undangan dari departemen pariwisata Australia ke majalah Dewa. Tugasku hanya mencobai restoran mewah, menonton orang judi balap kuda, wisata,keliling ke perkebunan anggur dan ternak sapi untuk diambil susunya.

Untuk makanan dan minuman aku tergolong kolot. Aku amat suka sayur nangka dan tidak suka dengan makanan Eropa. Paling aku masih bisa kalau makan pizza. Sementara aku juga bukan orang yang suka bepergian. Penugasan ini sebenarnya lebih tepat untuk orang lain. 

Pernah aku disuguhi lobster. Aku tidak suka. Kalau kau menganggapku aneh berarti selamat bergabung dengan mereka. Sejak kecil aku memang tak suka udang. Titik, Itu bukan koma atau titik koma sekali lagi. Itu titik. Aku melihat raut kecewa dari kokinya.

Negeri ini gersang, lapang, dan terdidik. Di Melbourne banyak ruko yang jadi sekolahan. Ada pasar khusus di tiap akhir pekan. Aku bertemu dengan pedagang asal Jogja. Dia mahasiswa S2 jurusan Fisika. Pemuda itu berjualan souvenir. Jadi enak karena bisa pakai bahasa Indonesia dan basa Jawa.

Negeri ini sunyi. Negeri ini bahaya. Banyak hewan berbisa.  Berbeda dengan Singapura. Di sana serba teratur. Kecoak saja tidak boleh ada di restoran. CCTV ada di mana-mana. Polisi kerjaaannya cuma menonton layar monitor. Sungguh tidak alamiah. Pohon bisa dipindah-pindah. Di taman tanaman berjarak teratur? Itu sih bukan taman tapi akuarium.

Di Australia, yang berkembang aliran semak belukar. Ini lebih alamiah. Natural apa adanya.

Aku sempat mencicipi daging Wombat, seperti kangguru. Menjadi semacam sup. Biasa. Tidak istimewa. Mungkin juga karena lidahku bebal.

Aku masih penasaran dengan daging kangguru. Aku dengar mereka menganggap binatang khas Australia itu sebagai hama.

Sekarang jadwal main ski di gunung Buller,

Gunung Buller Melbourne tampak gagah dan putih oleh salju. "Long John, kaos tangan, jaket wajib  dipakai" demikian tertulis di rilis pers. Kertas itu tampak bersih dengan renda ungu.  Miss Rachell tampak semangat menjelaskan betapa dia benci salju. "Apalagi batu es yang menyakitkan," ia melanjutkan bicara.  Kepang rambutnya tampak natural dengan gaya Inggris Raya. Wanita dari Sydney itu tampak bersungut-sungut dengan bosnya. Jadwal begitu padat untuk tuntutan yang begitu banyak."Nanti pukul setengah duabelas siang kita ke restoran Italia."

Lihat selengkapnya