Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #15

Kampus

Jakarta itu terlalu rumit, kompleks dan harus lincah. Aku, sebagai penyintas stroke, terlalu lemah untuk hal itu. Aku ingat dulu awal di ke Jakarta. Aku takjub dengan keramaiannya. Yang kata temanku, Basuki, biasa saja. Basuki kerja di lembaga pendidikan komputer, sebagai staff di bagian marketing. Kantornya di daerah Rasuna Said. Dekat dengan kantor majalah yang mau mewawancarai aku, Sekitar 100 mater. Aku ragu ragu mau masuk. Apakah aku harus izin ke lelaki berseragam biru itu. Dari tapi aku perhatikan dia mondar mandir di sekitar gedung itu. Ia membawa tongkat hitam.

Basuki tertawa ketika kuceritakan hal ini. 

"Oh, itu satpam. Dia tidak mengigit kok!" Basuki berseloroh. Aku jengkel karena aku sungguh sungguh takut saat itu.

Akhirnya kami masuk ke dalam gedung itu. Aku takjub. Gagang pintu kaca di raihnya, Dia yakin sekali. Ia mirip Basuki Srimulat. Jadi teman kuliah dulu memanggilnya sebagi "Basuki karena memang tampang dan logatnya mirip dengan tokoh Karyo di sinetron Si Doel. Kami masuk ke kantornya. Aku merasa kecil di hadapannya. Aku orang desa. Dia orang kota. Menurut pengakuannya, dia juga orang desa. Tapi tidak.Menurutku dia orang kota. Bagiku desa itu definisinya adalah lugu, terbelakang, apa adanya, naif, dan sifat sifat yang di sajikan di sinetron-sinetron itu. Aku ingin protes sebenarnya. Tapi tidak tahu protes ke siapa.

Aku juga ada janji ke Kupu, lelaki Batak yang meneruskan kuliah di Jakarta. Aku lebih dekat dengan Kupu. Kami duludi kampus mendirikan kelompok diskusi. Kami meniru apa yang dilakukan di film Dead Poets Society yang dibintangi oleh Robin Williams. Kami memang suka dengan akting Robin Williams. Maka bersama teman satu lagi, Aan, kami bikin Dead Discuss Society. Kami membahas hal-hal seputar filsfafat dan ilmu ilmu sosial. Kami ,anggota Dead Discuss Society, akrab di kampus. Di situ ada aku, disitu pula ada Aan dan Kupu.

Lihat selengkapnya