Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #16

Ruang Asap


Cahaya lampu neon berkedip-kedip di atas kepala, memancarkan cahaya yang aneh di atas kantor startup yang sibuk. Kebisingan keyboard yang mengetik dan suara yang mengobrol diselingi oleh gelegak tawa sesekali. Aku dikelilingi oleh lautan wajah muda, mata mereka berbinar dengan ambisi dan energi mereka menular

Tapi aku bukan salah satu dari mereka. Pada usia 45, aku merasa seperti dinosaurus di hutan teknologi tinggi ini. Kontrakku tak diperpanjang di sebuah korporat multi-nasional. Aku menemukan kenyamanan dalam pergaulan dengan para veteran paruh baya lainnya. Kami telah terikat oleh pengalaman bersama tentang pengangguran dan tantangan dalam menavigasi lanskap digital yang baru ini. Setiap sore, kami berkumpul di sudut kantor, berkerumun bersama seperti sekelompok orang yang tidak cocok, dan menikmati kebiasaan bersama kami: rokok.


Asap berputar di sekitar kami, awan yang nyaman yang melindungi kami dari tekanan yang tak henti-hentinya dari peran baru kami. Kami akan berbagi cerita tentang kesuksesan dan kegagalan masa lalu kami, harapan dan ketakutan kami untuk masa depan. Pada saat-saat itu, beban usia kami tampaknya terangkat, digantikan oleh rasa persaudaraan dan kebersamaan.


Suatu hari, seorang baru bergabung dengan tim.


Dia bermata cerah dan bersemangat, bertekad untuk menyerap semua yang bisa dia pelajari. aku menyaksikan saat dia berinteraksi dengan karyawan yang lebih muda, tawanya menggema di kantor.Aku tidak bisa menahan perasaan iri.


Tapi kemudian, dia mendekati sudut merokok kami. Aku bersiap-siap untuk ceramahnya yang tak terelakkan tentang bahaya asap rokok pasif. Sebaliknya, dia duduk di samping kami, matanya dipenuhi dengan rasa ingin tahu.


"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" katanya. "Mengapa Anda semua terus datang ke sini?"


Aku ragu-ragu sejenak, tidak yakin bagaimana menjawab. Tapi kemudian, aku menyadari bahwa tidak ada rasa malu dalam mengakui kebenarannya.


"Ini cara untuk bersantai," jawab aku. "Untuk melarikan diri dari kekacauan untuk sementara waktu."


Dia mengangguk, ekspresinya penuh pemikiran. "Aku kira aku bisa memahaminya. Pasti sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru."


Saat kami terus berbicara, aku menyadari bahwa dia tidak menghakimi kami. Dia hanya mencoba untuk memahami. Dan pada saat itu, aku merasakan secercah harapan. Mungkin semuanya tidak seburuk yang aku kira.


Aku jadi ingat awal bekerja di media. Di sana ada Ruang Asap. Itu khusus bagi perokok aktif. Ada yang sampai jadi direktur, redaktur eksekutif, atau mendirikan perusahaan sendiri.


Di sana aku juga sempat di divisi khusus liputan buku, Yang nantinya sangat berguna ketika kerja paruh waktu di sebuah majalah khusus buku.


"Ayo kita berlomba menulis cerita fiksi." Seru salah satu temanku, Asep. dia dari Kuningan, Jawa Barat.


Nulis apa?" Aku bertanya.


Lihat selengkapnya