Mata Api

Anggoro Gunawan
Chapter #22

Comeng


Sudah dua hari ini, gigi palsuku hilang entah ke mana. Awalnya aku tak terlalu cemas. Kukira gigi itu mungkin terselip di kantong atau terjatuh di bawah tempat tidur. Tapi, semakin kucari, semakin frustasi rasanya. Tiap sudut rumah kucari. Dari laci pakaian, lemari, hingga ke dapur. Bahkan, aku membongkar-bongkar lemari baju, berharap gigi palsuku bersembunyi di balik baju-baju lama yang jarang kugunakan.


Ah, baju cokelat itu. Sudah lama tak kupakai sejak membelinya di Australia bertahun lalu. Aku menyisir setiap bagian baju itu, meski logikanya gigi palsu tak mungkin terselip di sana. Gagal. Kemudian aku mencoba mencari di baju putih. Baju ini sudah lusuh, harusnya dibuang saja. Kembali nihil. Aku pun mulai berpikir, apa mungkin ini kerjaan orang yang mencurinya? Tapi siapa yang mau mencuri gigi palsu? Mana ada orang yang butuh gigi palsu bekas milik orang lain.


Tapi bayangan tentang gigi palsu murah yang dulu pernah kubeli tiba-tiba terlintas di pikiranku. Beberapa waktu lalu, aku memang pernah tergiur dengan penawaran harga gigi palsu murah. Kata si penjual, ini bisa dipakai semua orang, bentuknya universal. Aku pun tergoda dan membelinya. Tapi ketika kucoba, ternyata itu hanya mainan. Penipuan paling cerdas yang pernah kualami.


Mencari gigi palsu yang hilang ini seperti mencari jarum di tengah tumpukan jerami. Aku mulai bolak-balik meja, menata ulang hiasan di sana. Gundam yang tadinya di sebelah kanan, kupindahkan ke kiri. Songkok yang tadinya di kanan, kutaruh di kiri. Aku berharap dengan menyusun ulang ini, aku bisa menemukan si gigi hilang. Tapi tetap saja, tak ada yang berubah.


Keranjang baju menjadi tempat terakhir yang kupikirkan. Aku mengacak-acaknya dengan harapan setidaknya ada secercah petunjuk. Aroma buku-buku tua tercium, bercampur dengan pakaian lama. Di antara buku-buku zaman kuliah dan buku wirid harian, aku melihat sesuatu yang berwarna merah. Ternyata hanya pita penanda buku. Ah, lagi-lagi gagal. Terus kucari hingga akhirnya mataku menangkap sesuatu yang putih kecokelatan. “Mungkin ini,” pikirku. Tapi begitu diangkat, ternyata cuma bolpoin tua. Bolpoin ini sudah ompong, tak ada isinya. Hanya tinggal cangkangnya saja. Dengan putus asa, kumasukkan bolpoin itu ke saku baju, berniat membuangnya nanti.


Hampir saja aku menyerah, sampai akhirnya aku melihat sesuatu yang berkilauan di antara buku-buku di keranjang. Aku meraih benda itu, dan ternyata… itu dia! Gigi palsuku yang hilang. Perasaan bahagia langsung membuncah. Siapa sangka, hal sesederhana menemukan gigi palsu yang hilang bisa membawa kebahagiaan. Aku mengingat kebiasaanku menaruh gigi palsu di gelas berisi air sebelum tidur, tapi kali ini entah kenapa dia bisa terselip di keranjang buku. Ini pasti ulah tikus, pikirku. Ya, tikus! Aku melihat mereka berseliweran akhir-akhir ini, seperti sedang menantangku.


Lihat selengkapnya