Aku hubungi Sartung petstore menanyakan tentang catnip yang direkomendasikan oleh Slamet Riyadi.
"Oh, habis" jawab penjaganya entah siap namanya. Habis adalah kata lain dari tidak ada.
Itu adalah hukum dagang yang diajarkan oleh almarhum ibuku.
"Bilang saja habis kalau tak ada, nanti kita kalau belanja dagangan tahu apa yang kurang lengkap." Kata ibuku waktu itu dengan mengunyah sirih. Aku hubungi Sartung Petstore menanyakan tentang catnip yang direkomendasikan oleh Slamet Riyadi. "Oh, habis," jawab penjaganya entah siapa namanya. Habis adalah kata lain dari tidak ada. Itu adalah hukum dagang yang diajarkan oleh almarhum ibuku. "Bilang saja habis kalau tak ada, nanti kita kalau belanja dagangan tahu apa yang kurang lengkap," kata ibuku waktu itu sambil mengunyah sirih.
---
Aku meletakkan telepon kembali ke tempatnya, merenungkan percakapan singkat itu. Ruangan terasa hening, hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Di luar, matahari mulai meredup, menandakan senja akan segera tiba. Aku menatap ke arah jendela, melihat bayangan pohon mangga yang melambai tertiup angin sore.
Catnip. Sebuah tanaman sederhana yang konon bisa membangkitkan semangat kucing peliharaanku, Comeng. Slamet Riyadi, teman lamaku, merekomendasikannya .
Namun, upayaku mendapatkan catnip tampaknya tidak semudah yang dibayangkan. Sartung Petstore, toko hewan terdekat, tidak memilikinya. Jawaban penjaga toko tadi mengingatkanku pada ajaran ibuku tentang kejujuran dalam berdagang. "Jika barang tak ada, bilang saja habis. Jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tidak bisa kau berikan," ucapnya sambil mengunyah sirih, kebiasaan lamanya yang tak pernah hilang.
Aku teringat pada masa kecilku saat membantu ibuku di toko kelontong kecil miliknya. Toko itu sederhana, dengan rak-rak kayu yang dipenuhi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Aroma rempah dan gula jawa selalu memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat yang khas.
"Anakku, berdagang itu soal kepercayaan. Jika kau jujur, pelanggan akan kembali," kata ibuku suatu hari ketika aku bertanya mengapa ia selalu berkata 'habis' jika barang tak tersedia. "Lagipula, dengan begitu kita tahu apa yang harus kita beli untuk melengkapi dagangan kita."
Kata-kata ibuku selalu terngiang dalam ingatanku. Prinsip-prinsipnya tetap melekat dalam diriku. Aku menghela napas panjang, mencoba memikirkan langkah selanjutnya.
Mungkin aku harus mencari toko hewan lain yang lebih lengkap. Atau mungkin, aku bisa mencari informasi lebih lanjut tentang catnip dan cara mendapatkannya. Aku memutuskan untuk duduk sejenak, membuka laptop, dan mulai mencari.
---
Pencarian di internet membawaku ke beberapa toko hewan online yang menjual catnip. Namun, sebagian besar berada di luar kota dan memerlukan waktu pengiriman yang cukup lama. Aku ingin segera memberikan catnip itu kepada Comeng, Catnip bisa membuat Comeng melayang bahagia.
Aku menutup laptop dan menatap Comeng yang sedang tidur di sudut ruangan. Bulu putihnya yang lebat dan matanya yang biru cerah selalu membuatku terpesona. Ia adalah kucing Himalaya Persia yang anggun, pemberian kakakku Mbak Dansa.
"Kita harus menemukan cara lain, Comeng," gumamku sambil mendekatinya. Ia membuka matanya perlahan, menatapku dengan tatapan lembut. Aku mengelus kepalanya, merasakan kelembutan bulunya di ujung jari.
Tiba-tiba, ide itu muncul. Mengapa tidak mencoba pergi ke pasar hewan yang lebih besar di pusat kota? Mungkin di sana aku bisa menemukan catnip yang kucari. Meskipun jaraknya cukup jauh, aku merasa itu layak dicoba.
---
Keesokan harinya, aku bangun lebih awal. Matahari baru saja terbit, memberikan cahaya keemasan yang menerobos melalui tirai jendela. Setelah mandi dan sarapan ringan, aku bersiap-siap untuk pergi.
"Jaga rumah ya, Comeng," kataku sambil mengambil kunci. Ia mengeong pelan, seolah mengerti.
Perjalanan menuju pusat kota cukup lancar. Jalanan belum terlalu ramai, hanya beberapa kendaraan yang melintas. Udara pagi yang segar membuatku merasa bersemangat.
Setibanya di pasar hewan, suasana sudah mulai ramai. Penjual dan pembeli berbaur dalam aktivitas yang sibuk. Suara hewan peliharaan terdengar di mana-mana, menciptakan simfoni khas yang unik.
Aku berjalan menyusuri deretan kios, mencari tanda-tanda yang menunjukkan penjualan catnip. Beberapa penjual menawarkan berbagai macam pakan dan aksesoris hewan, namun belum ada yang menjual catnip.
"Mas, cari apa?" tanya seorang penjual dengan ramah.
"Saya mencari catnip. Apakah Anda menjualnya?" tanyaku penuh harap.
"Oh, catnip ya? Maaf, saya tidak punya. Tapi coba tanya ke kios nomor 17 di ujung sana. Mereka biasanya punya stok barang-barang banyak dan aneh aneh" sarannya.
"Terima kasih banyak," kataku sambil tersenyum.
Aku mengikuti arah yang ditunjukkannya. Kios nomor 17 tampak lebih besar dibanding kios-kios lainnya, dengan display barang yang lebih menarik. Seorang wanita paruh baya menyambutku dengan senyum hangat.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" sapanya.
"Selamat pagi. Saya mencari catnip untuk kucing saya. Apakah Anda memilikinya?" tanyaku.
"Oh, kebetulan sekali. Kami baru saja mendapat stok baru. Silakan lihat di sini," katanya sambil menunjukkan rak yang berisi berbagai produk catnip.
Aku merasa lega. Akhirnya, setelah pencarian yang cukup panjang, aku menemukan apa yang kucari. Aku memilih beberapa produk, termasuk mainan kucing yang diisi dengan catnip.
"Terima kasih banyak. Ini pasti membuat kucing saya senang," kataku sambil membayar.
"Sama-sama. Jika ada kebutuhan lain, jangan ragu untuk datang kembali," ujarnya ramah.
---
Dalam perjalanan pulang, aku merasa puas. Aku membayangkan bagaimana reaksi Comeng ketika mendapatkan mainan barunya. Mungkin ia akan kembali bersemangat dan ceria.
Sesampainya di rumah, Comeng menyambutku di depan pintu. Ia mengeong pelan, menggosokkan badannya ke kakiku.
"Lihat apa yang aku bawa untukmu," kataku sambil menunjukkan mainan catnip. Matanya tampak berbinar, seolah memahami apa yang kutawarkan.
Aku meletakkan mainan itu di lantai, dan Comeng segera menghampirinya. Ia mencium mainan itu, kemudian mulai bermain dengan penuh antusias. Melihatnya begitu bahagia membuat hatiku hangat.
"Terima kasih, Slamet Riyadi," gumamku, mengingat saran temanku.
Aku duduk di sofa, menonton Comeng bermain. Pikiranku melayang kembali ke ajaran ibuku. Kejujuran dan ketulusan dalam berdagang memang penting. Pengalaman di Sartung Petstore memberiku pelajaran bahwa pelayanan dan perhatian terhadap pelanggan adalah kunci keberhasilan.
Mungkin aku harus berbagi pengalaman ini dengan mereka. Siapa tahu, mereka bisa mengambil manfaat.
---
Beberapa hari kemudian, aku memutuskan untuk kembali ke Sartung Petstore. Bukan untuk mencari catnip, tetapi untuk berbicara dengan pemiliknya. Aku merasa perlu menyampaikan apa yang kurasakan, dengan harapan bisa membantu mereka meningkatkan usahanya.
Setibanya di sana, suasana toko tampak sepi. Rak-rak barang terlihat kurang terisi, dan beberapa barang tampak berdebu. Penjaga toko yang sebelumnya menjawab teleponku berdiri di belakang meja kasir, tampak bosan.
"Selamat siang," sapaku.