Kinanti yang desperate dengan status ‘masih sendiri’-nya itu sudah berlangsung lama. Di awal dia serius bekerja dibidang Wedding Planner, setiap ada klien baru pasti seminggu itu Kinanti bakalan galau. Tapi, dibalik galaunya itu bakal muncul ide-ide cemerlang untuk mengkonsep pernikahan yang indah dan membuat pernikahan kliennya berkesan.
Awal dia berniat untuk membuat jasa Wedding Planner adalah karena Kinanti bercita-cita mempunyai pernikahan yang beda dari yang lain. Pernikahan yang bukan sekadar sakral tapi juga menyenangkan dan mengesankan. Dimulai dari jaman kuliah, Kinanti sering magang di beberapa WP di Bandung, dan setelah lulus kuliah, Kinanti mencoba untuk membuka WP sendiri karena tekad dan pengalamannya selama ini. Kalau ditanya sama orang-orang kenapa mau kerja di bidang WP, jawabnya sambil latihan me-manage pernikahan sendiri.
Kinanti menghampiri Ghea yang sedang berdiri di dekat stage di mana The West menghibur dengan lagu-lagu romantisnya. Dan kali ini lagu favoritnya Kinanti, Mantan Terindah. Wira benar-benar menyanyikan lagu itu untuknya, padahal di list dari Ratu tidak ada lagu tersebut.
Mendengar lagu itu, Kinanti jadi teringat tentang paket yang berisi sebuket bunga mawar yang sudah diawetkan. Kinanti jadi teringat pula kenangan-kenangan indah dari si pengirim paket tersebut. Mantan terindah, ya, mantan terindah yang kini entah dimana.
Wira sudah hapal bagaimana ekspresi muka Kinanti bakal berubah setelah lagu itu selesai dinyanyikan. Wira sudah siapkan lagu lainnya setelah lagu ini yang tentunya Kinanti suka, yaitu lagunya Maroon 5 – Sugar. Sebagai sahabat dari kecil, Wira sudah paham betul bagaimana mengembalikan mood Kinanti yang berantakan gara-gara lagu yang teringat kembali masa lalu, dan harus disembuhkan kembali dengan lagu.
“Jangan galau, jangan mellow.” Ujar Ghea sambil menepuk pundak Kinanti.
Dan Kinanti hanya mengelak sambil berlalu.
*
“Kinanti, terima kasih banyak ya, atas semua bantuannya. Semua teman-teman dari Sugar sudah membantu acara nikahanku berlangsung sangat indah dan benar-benar terkesan sekali. Maaf banyak perubahan di akhir-akhir persiapan, pasti itu bikin kesal ya?” Ujar Ratu setelah selesai acara.
“Ikut senang dan bahagia kalau klien Sugar merasa bahagia juga, Teh. Semoga kerja keras kami selama ini membuat Teh Ratu menjadi bukan sekadar klien, ya, tapi juga menjadi keluarga Sugar.” Kinanti memeluk Ratu dengan erat.
“Aku doain kamu cepet nikah, ya, jangan ngurusin nikahan orang lain terus, pikirin juga nikahan sendiri.” Bisik Ratu diakhir pelukannya.
Kinanti tersenyum lebar.
“Amin, Teh, mohon doanya supaya bisa cepat berbahagia kayak teteh, ya.”
“Amin... Pasti... By the way, temanku ada yang mau jadi klien Sugar juga, udah kenalan sama kamu belum, ya? Namanya Putri, dia rencana mau nikah akhir tahun ini.”
“Oh, iya, tadi udah sempat kenalan. Nanti katanya mau atur jadwal buat ketemuan. Semoga Sugar bisa membantu temen Teh Ratu, ya...”
“Iya, mudah-mudahan berjodoh ya. Dia itu temen aku dari SMP, dan calon suaminya itu temen SMA-ku, sama-sama orang Bandung tapi ketemunya jauh di luar negeri sana. Jodoh itu memang jorok, ya?”
“Bener, Teh, kita kan ga tau besok lusa ketemu siapa jodoh kita. Kayak Teteh, tiba-tiba sama orang yang deket, gak usah jauh-jauh.”
“Ah, kamu juga nanti gak jauh-jauh jodohnya.”
*
Ratu merupakan klien Sugar yang terakhir di bulan Januari. Genap enam klien selama sebulan ini yang Sugar nyusun acara pernikahannya. Beragam klien dan keinginan yang berbeda-beda membuat pikiran dan tenaga seluruh team Sugar terkuras. Dan sebelum acara selanjutnya, Kinanti mengajak semua timnya untuk refreshing selama 3 hari ke Yogya, kota yang menurut Kinanti paling romantis.
Tim inti Sugar yang hanya tujuh orang, yaitu Kinanti, Wira, Ghea, Haikal, Audi, Amanda, dan Ardi, ikut semua ke Yogya. Sedangkan tim pendukungnya, yaitu anak-anak kuliahan yang sedang magang ada empat orang, Ramzi, Chika, Feliza, dan Hanum tidak ikut karena ada acara di kampusnya. Wira yang pekerja kantoran terpaksa mengambil cuti di kantornya demi ikut acara Sugar. Sebenarnya terpaksa karena Kinanti yang merengek-rengek meminta Wira ikut, alasannya demi kekompakan Sugar. Padahal ada misi lain dibalik itu semua.
“Wira dimana sih?” Kinanti celingukan mencari Wira di lobi bandara.
Mereka semua sudah berkumpul dari jam 8 pagi di bandara, karena pesawat mereka boarding jam 9 pagi. Tapi Wira belum sampai juga di bandara. Sudah ditelepon berulang kali, namun hanya operator yang menjawabnya.
Sampai setengah jam kemudian, ketika semua sudah masuk ke dalam bandara untuk check in, ternyata Wira datang sambil nafas terengah-engah. Seperti habis lari marathon.
“Dari mana sih, Wiraaa?” Kinanti setengah kesal menghampiri Wira yang sedang check in.
“Mobil Teh Mira mogok, jadi tadi naik ojek dan lari-larian masuk ke sini. Belum terlambat, kan?”
“Belum, setengah jam lagi boarding. Handphone kamu mana? Ditelepon ga nyambung aja.”
“Ketinggalan di rumah, lagian males bawa HP, pasti dihubungin orang kantor terus. Nanti ada yang komplain lagi, ‘kok liburan gini sibuk masalah kerjaan sih?’,”
Kinanti merasa tersindir dengan ucapan Wira yang terakhir langsung memanyunkan bibirnya. Secepat kilat Wira merangkul Kinanti untuk segera masuk ke ruang tunggu bandara.
Ghea yang berada tepat dibelakang Kinanti dan Wira mendadak merasa tidak enak hati, entah ada perasaan apa yang mengganjal, padahal kedekatan Kinanti dan Wira itu merupakan sudah makanan sehari-harinya selama bersahabat dengan mereka berdua.
*
“Kinanti?” Panggil sesosok lelaki berjaket hitam dan menggunakan topi hitam, ketika Kinanti keluar dari toilet wanita dan berpapasan dengan lelaki itu.
“Iya?” Tanya Kinanti penasaran, dia hapal suaranya tapi...
“Lupa sama aku?” Lelaki tersebut balik bertanya, lalu membuka topinya.
“A... Arka?”
Kinanti menutup mulutnya karena kaget.
Gak nyangka bakal ketemu sosok lelaki yang sudah menghilang selama lebih dari empat tahun ini. Lelaki yang juga telah membuat Kinanti susah payah untuk buang jauh-jauh segala perasaan mengenai dirinya. Kini hadir dihadapan Kinanti saat dia sedang ingin lepas dari bayang-bayang masa lalunya selama ini.
“Apa kabar, Kinan?” Arka mengajak bersalaman.
“Baik. Kamu apa kabarnya?” Kinanti menyambut tangannya Arka. Dadanya berdesir. Tangannya masih hangat seperti dulu.
“Baik juga, apa kabar ibu dan ayah kamu?”
“eh, semuanya baik-baik aja, kok.”
Kinanti canggung. Salah tingkah.
Tak lama, panggilan untuk seluruh penumpang pesawat menuju Yogya terdengar di ruang tunggu memutuskan obrolan Kinanti dengan Arka.
“Sorry, aku duluan ya,” Lalu Kinanti pamit jalan setengah berlari dan meninggalkan Arka begitu saja.
Sambil jalan menuju rombongannya, Kinanti masih merasa itu mimpi bisa ketemu lagi dengan Arka. Berarti Arka sudah ada di Indonesia, Arka sudah kembali ke Bandung. Dan Kinanti takut perasaannya itu menguat kembali.
“Lama banget sih yang dari toilet. Ketemu jodoh di sana, ya?” Tanya Ghea sambil berjalan menuju pesawat.
“Bukan, ketemu mantan jodoh tepatnya.” Jawab Kinanti pelan, matanya disibukkan dengan handphone namun dari sorot matanya tetap ga bisa bohong ada luka di dalam hati sana.
“Eh? Ketemu Arka?” Langkah Ghea mendadak terhenti, membuat Wira yang berada di belakangnya pun menabrak Ghea.
“Duh, ngerumpinya bisa ga sih nanti kalau udah sampai di Yogya?” Wira lalu memegang tangan Ghea dan Kinanti, menyuruh untuk menyegerakan langkahnya karena pesawat akan segera berangkat.
*
Setelah rombongan check in hotel, Kinanti dan Ghea masuk kamar hotel untuk beristirahat, lebih tepatnya melanjutkan cerita yang terpotong di Bandara.
“Serius tadi ketemu Arka?”
“Iya, serius. Awalnya gak nyadar karena dia pakai topi, tapi begitu topinya dilepas, bener itu Arka. Cuma ya beda penampilannya, lebih rapi dan gak pakai jambang.”
“Kamu mah emang suka dia karena jambangnya, siapa tau Arka gak berjambang jadi bikin kamu ilang perasaan sama dia, kan?”
“Hahaha... Mau dia berjambang atau ngga, tetep aja dia Arka. Tapi aku coba buat ngebuang semua perasaan itu kok. Gimana mau cepet dapet jodoh kalau masih ada Arka di hidupku?”
“Alah, aku ga bisa dibohongin, ya, Nan. Makin kamu coba buat buang perasaan itu, malah makin susah buat melepasnya.”
Kinanti terdiam. Dia membenarkan perkataan Ghea yang terakhir. Makin dibuang malah makin susah dilepas, dan jadi takut untuk melepasnya.
Ghea lalu beranjak menuju balkon kamar hotelnya, ternyata balkon kamarnya itu bisa nyambung ke kamar sebelah yang diisi oleh Wira, Ardi, dan Haikal. Ghea melihat Wira dan Haikal sedang ngobrol di balkon sambil minum kopi.
“Dorrrr!” Ghea coba mengagetkan mereka berdua.
“Gak lucu, Ghe. Liat nih, kopiku jadi kena baju.” Haikal kaget beneran sampai menumpahkan kopi yang akan diminumnya ke bajunya.
“Hahaha, abis serius banget sih ngobrolnya, ngobrolin apaan? Pasti masalah cewe, yaaa?”
“Emangnya kalian berdua yang selalu ngebahas cowok, pusing banget deh, Wir, kalau mereka berdua udah ngobrol tentang cowok tuh, pasti bisa berjam-jam.”
“Yaa namanya juga perempuan, iya gak, Wir?”
Wira cuma tersenyum menanggapi kelakuan Ghea dan Haikal yang hobinya berantem kayak kucing sama anjing.