Ayam Cemani
Pak Hasbih masih bertempur di proyek pembangunan masjid pondok pesantren. Minggu demi minggu, bulan demi bulan perkembangan pembangunan masjid berjalan sesuai dengan tahapannya. Masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melihat masjid itu berdiri megah. Mata sembab jelas menggantung di wajah Pak Hasbih karena kurang tidur akibat banyak hal di luar nalar yang terjadi pada dirinya. Benaknya masih bertanya–tanya saat tubuhnya terbaring berada di luar bedeng dan tampak beberapa potong jarum di sampingnya yang sudah berkarat. Rasa lelah belum terobati, riuh dalam benak belum redam, kejadian yang menyesakkan rongga dada kembali menyapa Pak Hasbih pagi itu.
“Apa ini? Kenapa ada bangkai ayam cemani di bawah meja kerjaku? Siapa yang meletakkannya?” Jiwa Pak Hasbih berkecamuk melihat peristiwa yang terjadi pagi itu.
Pikiran Pak Hasbih melayang pada kejadian saat ia mencium bau amis tapi tak nampak di sekelilingnya bau itu berasal darimana. Apakah itu firasat untuk kejadian yang akan ia temui saat ini. Hamdan rekan kerja Pak Hasbih mengetuk pintu dan segera masuk setelah Pak Hasbih mempersilakannya.
“Ayam cemani?” Hamdan mengerutkan dahinya ketika dirinya melihat bangkai ayam berwarna hitam legam berada di bawah meja Pak Hasbih.
“Bih, maaf bukan saya ingin menakutimu tapi dengan segala kejadian yang dialami olehmu sepertinya ada orang yang menjahilimu.” Hamdan duduk di sebelah Hasbih.
Mata Hasbih menatap Hamdan dengan tajam. Dipandangnya rekan kerjanya itu yang sudah lama ia kenal sebelum dirinya membuka usaha kontraktor bangunan. Dirinya sudah memahami sifat Hamdan. Hamdan bukan hanya sebatas rekan kerja tapi sekaligus juga sahabatnya. Hamdan lebih memahami agama dibandingkan dirinya. Sejak dulu Hamdan yang sering mengingatkan Hasbih untuk melaksanakan sholat wajib lima waktu namun jiwa muda Hasbih yang kering sering tak ia acuhkan nasihat sahabatnya itu.
“Kau percaya itu? Hasbih masih menatap tajam mata Hamdan.
“Bih, sekarang kau sering membaca Al-Quran. Kau sering membaca Al-Falaq. Kau tahu maknanya?” Hamdan duduk di sebelah Hasbih
“Ya. aku paham. Jadi aku cukup meminta perlindungan pada Allah saja dari kejahatan makhluk-Nya. Tidak ada yang harus aku takuti.” Hasbih beranjak dari kursi kerjanya melontarkan suaranya dengan nada santai.
Hamdan hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi mendengar jawaban yang dilontarkan sahabatnya itu. Tapi ia tidak memperpanjang pembicaraan karena apa yang dikatakan Hasbih menurutnya tidak ada yang harus diperbaiki.
“Ini bangkai bagaimana nasibnya, Bih?” Hamdan menyusul Hasbih berjalan keluar rumah bedeng.
“Terserah! Kau mau goreng, kau mau bikin sate, terserah kau saja!” Hasbih tak memedulikan lagi bangkai ayam cemani.
Di bawah terik matahari, Pak Hasbih melajukan kendaraan roda empatnya menuju kantornya. Sekitar 15 km jauhnya dari Pondok Pesantren Nurul Ilmi. Dirinya ingin memastikan karyawannya bekerja dengan baik–baik saja. Mobilnya sudah mendarat di tempat parkir kantor. Pak Hasbih segera melangkahkan kaki menuju ruang kerjanya. Salam hangat ia dapatkan dari karyawan–karyawannya. Tak terlihat muka penuh kebencian terpancar dari raut muka karyawan-karyawannya.
Kakinya telah sampai di depan ruang kerjanya kemudian ia membuka pintunya. Sekilas ruangan tampak bersih tak ada yang aneh. Saat dirinya mengayunkan kaki mendekati meja kerjanya. Seperti yang ia lihat tadi pagi di rumah bedeng proyek pembangunan masjid di Pondok Pesantren Nurul Ilmi. Bangkai ayam cemani hitam tergeletak di bawah meja kerjanya.
Segera ia memanggil Pak Ahmad, sekuriti kantor untuk menanyakan siapa yang sudah masuk ke ruangannya dan meletakkan ayam cemani hitam di bawah meja kerjanya. Pak Ahmad membelalakkan matanya terperangah mendengar ucapan Pak Hasbih. Semenjak ia menggantikan shift pagi tadi, dirinya tidak melihat seorang pun membawa ayam cemani masuk ke dalam kantor. Pak Ahmad segera melihat cctv untuk melihat apa yang telah terjadi.
“Pak, tadi saya sudah melihat cctv. Ada seseorang yang meletakkan ayam cemani ini di bawah meja kerja bapak. Tapi mukanya tidak jelas karena tertutup kupluk yang menutup wajah dan hanya sepasang mata saja yang nampak. Pak Singgih sekuriti shift malam saya lihat seperti dihipnotis kemudian terbaring tidak sadarkan diri.”
“Pak Singgih … apakah sekarang dia baik–baik saja?”
“Ya, tadi saya lihat beliau seperti agak linglung. Kemudian menceritakan pada saya dia tertidur di lantai sebelah pos satpam. Tapi setelah mengecek ke dalam tidak ada apa–apa. Sepertinya beliau tidak masuk ke dalam ruangan bapak. ”Pak Ahmad menjelaskan pada Pak Hasbih peristiwa tadi pagi ketika bertemu dengan Pak Singgih.
“Pak Ahmad, bersediakah membuang ayam cemani ini?” tanya Pak Hasbih dengan nada pelan.