Udara sore Jakarta terasa menyesakkan. Panas terik yang memantul dari aspal jalanan seakan menempel erat di kulit Aria Chandra. Ia berdiri di tengah gang sempit di kawasan padat penduduk, tempat terakhir Rini, saksi kunci kasus korupsi yang sedang ia tangani terlihat.
Setelah melihat CCTV terakhir, Aria semakin yakin kalau kasus ini tidak se-sederhana itu. Apalagi, jika Rini memang menjadi saksi kunci, dan memang terkait dengan kasus korupsi yang tengah ia tangani, ini akan semakin menarik untuk diselidiki.
"Ini aneh, ia menghilang tanpa jejak, seperti ditelan bumi." Aria menunjuk ke sebuah warung kecil di ujung gang, "dia terakhir terlihat di sini, ketika ia sedang membeli minuman."
Ferdi, rekannya yang juga seorang Jaksa, mengamati daerah sekeliling dengan mata tajamnya. "Mungkin dia pergi ke tempat lain, Ri. Kita perlu memeriksa kembali CCTV di sekitar sini."
"Sudah, Fer. Aku sudah memeriksanya kembali. Tak ada yang tertangkap kamera. Seolah-olah dia lenyap begitu saja. Hanya saja . . ."
"Hanya saja apa?" potong Ferdi kemudian.
"Aku melihat ada sebuah mobil hitam yang sedikit mencurigakan berada disekitar Rini di dalam CCTV itu." Aria menghela napas berat. Ia merasakan firasat buruk, sebuah bayangan gelap yang menyelimuti hatinya.
"Kenapa, Ri? Sejak kita sampai di sini, kau terlihat gelisah. Apa kau memiliki persepsi yang berbeda?" Ferdi memperhatikan raut wajah Aria yang muram.
"Hanya perasaan." Aria berusaha mengabaikan rasa tidak nyaman yang menggerogoti hatinya. Ia teringat mimpi buruknya semalam. Dalam mimpi itu, ia melihat Rini tergeletak bersimbah darah di gang sempit, di dekat sebuah mobil hitam.
Mimpi itu terasa begitu nyata, danbegitu mencekam. Maka dari itu, ia meminta bantuan Ferdi,seorang Jaksa dengan intuisinya yang tajam, untuk menemaninya menyelediki tempat terakhir Rini terlihat.
"Kita harus fokus mencari Rini. Jangan biarkan perasaan ini menguasai kita." Ferdi menepuk bahu Aria dengan lembut.
"Aku tahu, Fer. Tapi..." Aria terdiam, tak mampu melanjutkan kalimatnya.
"Sudah, kau tenang saja. Aku akan membantumu. Aku akan kembali check tempat disekitar sini. Kau periksa lagi CCTV di sebelah sana."
Aria menganggukkan kepala. Ferdi pun langsung bergegas pergi, dan kembali mencari sesuatu hal atau petunjuk baru lainnya yang mungkin saja bisa membantu mereka berdua. Sebenarnya, ia juga merasa ada yang mengganjal. Tapi, Ferdi sendiri belum yakin itu apa.
"Aku harus menemukan petunjuk lainnya," gumam Aria pelan seraya memicingkan matanya, dan menatap ke arah beberapa CCTV yang terpasang di beberapa jalanan sempit.
"Aria!" teriak seorang pria tinggi yang tiba-tiba berlari ke arahnya yang sedang sibuk mencari petunjuk baru.
"Dion? Ada apa? Kenapa kau bisa ada di sini?" tanyanya bingung.
Tiba-tiba, suara bising menggema di ujung gang. Sebuah mobil avanza hitam melaju kencang, tak terkendali, dan menghantam sebuah truk yang sedang parkir di pinggir jalan.
Benturan keras itu membuat mobil avanza terguling, menghantam dinding warung kecil. Truck besar itu pun terguling beberapa meter dari tempat Dion dan Aria berdiri.
"Astaga!" Dion yang berteriak, spontan berlari ke arah kejadian.
Aria terpaku di tempat. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, tubuhnya gemetar. Mobil hitam dalam mimpinya, sama percis dengan apa yang ia lihat tadi di dalam CCTV.
"Dion, hati-hati!" teriak Aria.
Dion berhasil menghindar dari reruntuhan warung yang ambruk. Ia melihat seorang pria terkapar di dekat mobil yang rusak parah.
"Ada korban!" teriak Dion.
Aria berlari menghampiri Dion. Ia melihat pria itu terbaring tak sadarkan diri, darahnya pun mengalir deras dari kepalanya.
"Panggil ambulans!" teriak Aria panik.