Mata Seribu Ular

Saepul Kamilah
Chapter #2

Harapan dan Masa Depan

Jdug—Duarrr! 

“I-itu istrimu?”

“Sudah lihat sendiri, ‘kan?” kataku lekas turun dari kereta yang separuhnya kini telah hancur berkeping-keping kena terjangan Doll, “inilah kenapa diriku menolak permintaan Anda tadi, Kepala Sekolah ….”

Sebelumnya, di Kantin Menara Barat Daya, Stellar.

“Biar kurangkum, Anda mau diriku bergabung ke kelompok penelitian sekolah dan melakukan pengkajian mendalam soal perubahan mana?”

“Benar.”

“Mengikuti isi esaiku?”

Orang di depanku mengangguk, mantap.

“Tidak.”

Aku tidak mau melakukannya. Meski ini kesempatan emas buat orang lain, aku tetap akan menolaknya.

“Kenapa, Siswa Ure?”

“Kepala Sekolah, diriku sudah menikah. Aku tidak bisa meninggalkan rumah dan keluargaku hanya untuk mencari tahu bagaimana mana terbentuk ….”

Lagi pula, aku sudah tahu bagaimana Saintess menggunakan tubuhnya sendiri untuk menyaring essen dan menebarkan mana di benua. Menerima ajakan Profesor Rafhael dengan timnya cuma akan membuatku jadi merasa bersalah kepada Chloe sama Salsabila.

Juga, Doll bisa ngamuk kalau aku kebanyakan di luar.

“Tolong pertimbangkan dulu, Siswa Ure. Aku belum pernah membaca esai serupa milikmu, jika dugaan yang engkau tulis benar kita akan menjadi yang pertama di benua—bahkan, Gurun Kuning saja kalah!”

“Hah ….” Kurasa akan sulit menangani Kepala Sekolah, tetapi aku harus bertahan. “Tidak. Maaf sekali lagi, tapi diriku tidak ingin memperpanjang soal asal-usul mana ini. Lagi pula, Kepala Sekolah. Anda kan seorang guru besar di bidang ilmu sihir, tentunya pemahaman mengenai itu lebih luas dibanding diriku.”

Ia menatapku.

“Kurasa bualan di kertas ujianku kemarin tidak perlu dipikirkan. Toh, kita sama-sama tahu kalau semua itu hanyalah teori. Boleh benar, bahkan sama sekali bisa salah.”

“Justru itu!” Kenapa dia malah jadi antusias, telunjuknya sampai mencuat begitu. “Karena esaimu adalah buah dari teori, kita harus mengujinya.”

“Silakan,” sambungku, “tapi tolong jangan libatkan diriku dalam hal ini.”

“Kenapa?” kejar Profesor Rafhel, “aku tidak mengerti kalau alasannya hanya keluarga.”

Cek! Kurasa memang takkan mudah meyakinkan seorang kepala sekolah dan profesor sihir tulen.

“Tujuh dari sepuluh orang dalam timku juga sudah menikah,” ujarnya, “mereka bisa melakukannya tanpa masalah selama ini, bahkan dengan projek-projek lain ju—”

“Itu mereka,” sanggahku, “bukan diriku, Kepala Sekolah. Sudah, pokoknya aku takkan bergabung. Titik.”

“Tapi, tapi ….”

“Dengar. Kalau Anda keukeuh ingin mengadakan penelitian soal mana ini, silakan. Aku tidak a—”

“Meski hasilnya akan mengubah dunia?”

“Ya, meski hasilnya akan mengu—apa kau bilang?”

“Hah ….” Kepala Sekolah menghela napas. “Tujuan pada penelitian kali ini adalah untuk mencari jawaban dari pertanyaan pendiri sekolah kita, Siswa Ure,” ujarnya, “Stellaria de Luciana.”

Kenapa bawa-bawa pendiri sekolah?

“Aku tidak paham, Kepala Sekolah.”

Lihat selengkapnya