“Kau benar-benar membuatku sakit kepala ….”
Setelah mendengarkan cerita Sandra, soal bagaimana Kara memapak kejatuhannya, diriku menepuk jidat dan berkali-kali geleng kepala. Gak habis pikir pendeta tertinggi di suku yang kusaksikan pertumbuhannya itu ternyata adalah seorang psikopat tulen.
Rambut pirang dipadu dengan paras sempurna, aku benar-benar seperti melihat orang yang berbeda.
Selain itu ….
“Hah ….” Kuhela napas panjang mengetahui fakta bahwa buku mantra yang kucari telah musnah ratusan tahun silam. “Sejujurnya aku kemari untuk kitab itu, Sandra.”
“Maafkan pelayanmu ini, Tuanku.”
Sial. Sekarang aku harus apa? Tanpa sihir kara, aku tidak bisa mengambil mata kuliah apa pun di semester tiga nanti. Cek!
“Seandainya aku bisa mengulang wak—”
‘Tuanku ….’ Sebuah suara, telepati, menjedaku. ‘Tuanku ….’
“Siapa?”
“Mi. Apa?”
“Tuanku, apa Anda memerlukan sesuatu?”
Aku celingak-celinguk, mencari sumber panggilan yang tiba-tiba saja muncul dalam kepalaku. Akan tetapi, selain Doll dan Sandra diriku tidak melihat siapa pun lagi bahkan setelah merapal mata perak.
“Siapa, di mana kau?”
‘Tuanku ….’ Suara itu sangat jelas, seakan-akan dia berada di dalam diriku.
Tunggu. “Aku tahu!”
Segera kuambil Kantong Hati Naga lekas mengeluarkan mutiara bening transparan dan agak kebiru-biruan dari dalamnya, Mutiara Naga Laut.
“Long, apa barusan itu suaramu?”
‘Benar, Tuanku,’ jawab suara dalam kepalaku, ‘pelayanmu ini juga merasakan kegundahan pada—’
“Mi. Apa, itu?”
“Ini ….” Aku menoleh. “Ini mutiara long—sebentar, ya, Sayang. Aku mau bicara dengannya dulu.”
“Lama, jangan.”
“Iya …,” timpalku yang lekas mencoba fokus pada mutiara di genggaman, ‘Long, apa kau mendengarku?’
‘Ya, Tuanku. Pelayanmu ini ikut merasakan kegundahan hati—’
‘Tolong jangan berbelit-belit. Jawab pertanyaanku, kenapa kita bisa bertelepati? Bukankah selama ini kau telah kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi selain dengan bangsamu, ya? Bahkan saat dirimu ingin mengikutiku, saudara-sudaramulah yang menyuarakannya, ‘kan? Long?’
Hening sesaat sebelum mustika naga laut dari pantai di ujung barat benua itu kembali merespons.
‘Panjang ceritanya, Tuanku … akan tetapi, hamba di sini ‘tuk membantu Anda menggunakan sihir alam.’
“Apa?!” Sontak diriku terbelalak dengar jawaban barusan, bagaimana caranya dia bisa tahu jika aku lagi kebingungan gegara memikirkan masalah sihir. ‘Kenapa kau bilang begitu, Long?’
‘Tuanku ….’
Ular naga itu kemudian menjelaskan bagaimana ia mengetahui masalahku, juga mengakui bahwa selama ini dirinya telah mengintip kehidupan pribadiku dari dalam Kantong Hati Naga.