“Ure!” John semringah menyapaku. “Sebelum duduk biar kuberi tahu, masih belum ada kabar soal benda yang kau cari. Jadi kita bisa fokus ke hal lain. Apa dirimu sudah memilih kanal untuk ditantang hari ini?”
Dengar kalau hari ini juga belum ada kemajuan, seketika suasana hatiku pun jadi turun.
“Gak, aku lagi enggak ada mood buat menerima tantangan ataupun menantang kanal lain bertanding hari ini. Ah, ya. Tolong tulis juga, Tanah Merah vakum dari perang kanal buat sementara.”
“Eh?!” Resepsionis di seberangku terbelalak. “Kenapa—oh, ayolah. Kanalmu adalah keberuntunganku dan para manajer aliansi di kantor cabang ini. Seribu kemenangan berturut-turut selama tiga tahun, kau yakin Tanah Merah tidak ingin menaikkan peringkat sampai ke puncak?”
Aku mendelik menanggapi omong kosongnya.
“Ba-baiklah, baiklah, aku takkan mengatakan apa pun soal itu. Ah, ya. Windi mengundangmu untuk—”
“Jika tidak ada hal lain soal komisiku aku akan pergi ….”
Kuabaikan John dengan semua ocehannya di belakang dan terus melangkah menuju pintu keluar ….
***
Tahun ketigaku di Puing Lalika.
Setelah semua pertarungan dan penantian melelahkan selama ini, diriku belum juga mendapat titik terang terkait keberadaan naga legenda. Bahkan, ketika jumlah kanal pada peta aliansi telah kukurangi.
Kalian tidak salah baca.
Selain tantangan terbuka pada perang kanal, diam-diam aku juga menyalakan fitur invasi dan akuisisi serta telah menyerap kanal sepuluh kali lebih banyak daripada jumlah pertarungan tercatat. Tentu hal ini ilegal, tetapi diriku tidak punya pilihan sekaligus juga merasa bosan bila harus terus menunggu tanpa kepastian.
Apalagi kata-kata Sandra tiga tahun lalu benar-benar mengenaiku. Aku tak boleh sampai terkungkung dan membiarkan diriku menjadi lemah ….
“Aku merasa tersanjung Anda menulis namaku, Tuan—”
“A!” Sontak tubuhku tersentak. “Kau mengangetkanku, Sandra ….”
“Maaf-maaf, pelayanmu ini hanya penasaran Anda sedang menulis apa. Tidak disangka, ternyata—um!”
“Diam!” ujarku pas membekap mulut bawel milik si ‘hantu gurun’ tersebut, “kembali saja ke vas-mu sana, aku mau keluar kanal lagi hari ini.”
Sandra melirikku agak lama, tetapi ia menurut dan kembali ke dalam vas setelah tangan sama bekapanku kulepas dari mulutnya.
“Hem. Kapan Anda akan membiarkanku bebas berkeliaran, Tuanku?”
Begitu gerutunya sebelum menghilang ….