“Ini tempatnya, ‘kan?”
Menuruti hasil obrolan bersama Manajer Skavendurt minggu lalu, hari ini aku mendatangi fasilitas super-duper rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang di seluruh penjuru Puing Lalika.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Potensi Kanal atau yang lebih dikenal dengan nama Menara Nara ….
“Apa itu?”
“Mungkin Anda tidak tahu, Tuan Ure.” Manajer Skavendurt menjelaskan bahwa Menara Nara merupakan wujud iktikad baik sekaligus bentuk komitmen nyata aliansi dalam upaya menciptakan sebuah lingkungan kompetisi yang sportif pada ajang perang kanal. “Caranya dengan meminjamkan kekuatan para veteran, pemegang rekor menakjubkan, serta orang-orang seperti Anda, kepada pejuang-pejuang terpilih di kanal-kanal kecil ….”
Mudahnya, Menara Nara merupakan tempat di mana kekuatanku bisa dipinjam lalu disewakan ke orang lain dengan harga atau kompensasi tertentu. Begitu.
Jadi, Manajer Skavendurt bersama para pejabat Puing Lalika sebenarnya ingin meminjam kekuatanku buat diberikan ke kanal yang menurut mereka ‘sangat membutuhkan’ sekarang ini.
“Selamat Siang, ada yang bisa saya bantu?”
“Hallo, aku, Ure. Kemari untuk—”
“Ah, Tuan Ure, ya?” Sepertinya diriku tidak perlu lagi menjelaskan apa-apa. “Kami sudah diberi tahu kalau Anda akan datang hari ini, mari ikut saya ….”
Normalnya, ada serangkaian tes khusus yang mesti dilalui bila ingin menjadi seorang nara atau orang yang meminjamkan kekuatan pada para pejuang. Mulai dari kondisi fisik, daya tahan mental, bahkan potensi juga kepekaan terhadap mana.
Namun, karena diriku diundang oleh para petinggi aliansi semua formalitas tadi boleh kulewatkan.
“Ini adalah ruang pribadi Anda, silakan.”
“Ngomong-ngomong, yang di ruangan tadi apa?” Aku penasaran sama satu ruangan dengan banyak benda model kapsul berisi orang-orang macam lagi tertidur dua lorong sebelum kami kemari. “Itu, yang penuh—kau tahulah ….”
“Ah, maksud Anda kapsul operasi nara, ya?” Wanita yang mengantarku tersenyum. “Itu adalah perangkat yang kita gunakan untuk mentransmisikan kekuatan nara ke para pejuang,” jawabnya santun, “mari.”
Aku mengangguk membalas anggukannya.
“Ah, Tuan Ure!” Manajer Skavendurt segera menyambutku begitu pintu kamar yang katanya adalah ruang pribadiku terbuka. “Aku sudah lama menunggumu, masuklah.”
Sebuah ruang persegi berukuran sedang, lengkap dengan sofa, meja, juga furnitur lain yang sepertinya sengaja dipilih buat menciptakan kesan cozy.
“Interior kamar ini lumayan,” kataku yang lalu menunjuk kapsul di salah satu sisi ruangan, “kecuali benda di sana, aku tidak menyukainya.”
Mata perakku merespons sesuatu yang janggal pada alat transmisi kekuatan nara tersebut.
“Ahaha, meski kurang bahkan tidak suka sama sekali pun Anda tetap akan memakainya, ‘kan?” balas sang manajer, “bukankah begitu bunyi kesepakatan kita minggu kemarin, Tuan Ure?”
“Ya,” timplaku sembari melihat sekeliling, “tapi aku tidak ingin ada orang lain selain diriku di kamar ini.”
“Saya mengerti ….” Skavendurt kemudian meletakkan sebuah buku di atas meja. “Ini panduan kapsul nara, Anda bisa membaca semuanya di sini—ah, ya! Soal koordinat kanal yang menjadi inang kekuatan hebat Anda sudah saya aturkan begitu sampai kemari, jadi alat di sana cuma tinggal dinyalakan saja.”
Kugerakkan kepalaku naik turun menanggapi keterangan dari sang manajer.
“Baiklah, kurasa diriku harus bilang terima kasih.”
“Hahaha, santai saja.” Skavendurt berjalan menuju pintu. “Anda penyelamat kami, Tuan Ure. Jadi tolong jangan merasa sungkan kepada saya,” ucapnya sebelum memegang daun pintu, “ruangan ini sepenuhnya milik Anda, sampai jumpa ….”