Mata Seribu Ular

Saepul Kamilah
Chapter #19

Sandiwara

“Hoi, Mile!”

Sebulan sejak kesalahpahaman di depan Benteng Bolrus, benteng tempat host menara utama Baltum alias kanal nomor satu sekaligus penggagas aliansi Puing Lalika berada. 

Sebulan juga sejak ujian bertahan hidup di lantai sebelas menara tanah merahku aktif.

“Aku tahu kau bisa terbang, tapi tujuan latihan ini untuk melatih daya tahan para kadet—hoi, Mileee. Kau dengar aku tidaaak?!”

“Aku tidak dengaaar ….”

Diriku kini berperan sebagai kadet, rekrutan baru, sekaligus asisten instruktur magang untuk Unit 1010 di Kesatuan Tentara Serbu Ke-2 milik Benteng Bolrus yang kerjanya cuma membantu pelatih dan mengawasi kadet-kadet lain lima hari seminggu.

Kenapa aku bisa dapat posisi ini? Itu karena ….

“Kapten ….” Prajurit yang ‘menemukanku’ melebih-lebihkan cerita soal bagaimana diriku menyeberangi ladang ranjau di area selatan benteng bulan lalu. “Dia ini orang pertama—tidak, maksudku satu-satunya yang berhasil melewati semua rintangan tanpa lu—”

“Bagaimana kau melakukannya?” Tentu, kapten yang mewawancaraiku tidak sepenuhnya percaya. “Mana mungkin ladang ranjauku bisa dihindari semudah itu, mustahil, mereka kutanam sangat rapat.”

“Ka-kapten?”

“Kalian diam … sangat mustahil, apalagi hari ini aku sama sekali tidak mendengar suara ledakan atau apa pun dari arah ladang di selatan gerbang benteng. Jadi, katakan padaku bagaima—”

Sejak awal, aku tidak berniat menahan diri. Sehingga saat itu diriku memilih untuk berterus terang. 

“Terbang …,” jawabku jujur, “kalau kau tanya bagaimana caraku untuk sampai ke depan gerbang benteng lalu bertemu para prajurit ini, aku terbang, dari bukit sebelah utara Kota Srondou.”

“Terbang—ahahaha ….” Akan tetapi, jawaban jujur tersebut justru membuat manusia harimau di depanku semakin tidak percaya. “Kau punya selera humor yang bagus, aku suka pelamar sepertimu. Kau kuterima.”

Meski sebenarnya bagus, karena diriku tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi setelah itu. 

Dirinya, maksudku si manusia harimau tadi, memegang keyakinan bahwa demi mengelabui musuh rahasia kekuatanku tetap harus menjadi rahasia walaupun itu di hadapan rekan sendiri. 

“Aku tidak akan menanyakan apa pun lagi hari ini, kita bertemu di lapangan latihan besok pagi ….”

Singkat dan sederhana, aku suka.

Hanya saja, hasil tesku keesokan harinya membuat sang kapten kemudian menempatkanku di unit khusus. Unit 1010. Dan, inilah awal mula semuanya jika kalian penasaran.

“Perhatian, Semua … dia ini rekan baru kita. Kadet Mile … tolong bantu dan buat dirinya mengerti apa arti dari menjadi anggota Unit Pasukan Penyerbu Elite 1010.”

Begitu kalimat barusan terucap. 

Kupikir, kata ‘bantu’ tadi akan berbuah sebuah sambutan sama jabat tangan hangat dari kadet-kadet lain di lapang apel tersebut. Ternyata, diriku salah.

“Dimengerti.” Sebab ketika instruktur sebelahku mundur empat langkah, para kadet ‘senior’ di sana malah langsung menyerbu bak orang kesetanan sambil memekik, “Selamat dataaang!”

“Hah ….” 

Yang, tentu saja, hal itu membuat tangan kiriku refleks mengayun lalu menampar kemudian melemparkan mereka satu per satu. Plak!

Selanjutnya. Berkat kejadian di lapang apel hari itu instruktur kepala langsung menunjukku jadi pembantu pelatih magang selama tiga bulan. 

Hingga hari ini ….

“Hoi, Mileee! Cepat kemari. Kau asistenku, ‘kan? Harusnya dirimu menjadi contoh untuk kadet-kadet lain dan ikut mendaki seribu anak tangga ini pakai kaki—cepat kembali kemariii ….”

Lihat selengkapnya