Mata Seribu Ular

Saepul Kamilah
Chapter #20

Sebelum Jatuh

“Seraaang ….”

Bulan keduaku di Kanal Raksasa Baltum.

Perang akhirnya pecah, tapi bukan melawan kanal lain. Melainkan konflik saudara antar putra bangsawan di kekaisaran ….

“Kapten Mile.”

Ah, ya. Diriku sekarang bukan lagi Asisten Instruktur Magang di Unit 1010 dari Pasukan Serbu Kedua milik Benteng Bolrus, tetapi sudah naik pangkat menjadi Kapten Kelas Tiga yang membawahi seratus lima puluh serdadu pejalan kaki.

Kenapa secepat ini, itu karena ajakan Kapten Kalone tiga minggu lalu. 

Ketika dirinya memaksaku buat ikut ke kota, maksud aslinya adalah ingin mengenalkan sekaligus merekrut diriku ke dalam aliansi pendukung putra mahkota serta menjadikanku ‘bagian’ pada rencana mereka.

Yakni mendesak kaisar agar turun tahta hari ini ….

“Tugas kita cuma memastikan pasukan bantuan tidak berhasil masuk ke lingkungan Istana. Suruh orang-orangmu tetap bertahan di depan gerbang, dan cepat beri tahu aku jika musuh kuat mendekat.”

“Baik, Kapten.”

Awalnya diriku tidak tertarik. 

Menurutku, menceburkan diri ke dalam konflik internal keluarga istana sangat merepotkan. Kehidupan di Eldhera sudah berulang kali membuktikan hal tersebut. 

Akan tetapi, saat putra mahkota bilang kekuatannya sangat lemah dan host menara kanal mereka akan tetap setia kepada Kaisar di situlah aku langsung berubah pikiran.

“Sebagai putra mahkota sekaligus calon kaisar masa depan, kurasa mustahil Anda akan kekurangan uang dan pengaruh, bukan?”

“Kurasa juga begitu ….”

Meski diriku sama sekali tidak peduli pada rencana kudeta ini, tetapi kesempatan menyerang host tanpa harus menjadi musuh publik mana mungkin akan begitu saja kulewatkan. Mwehehe.

Begitulah cara kami membuat kesepakatan bulan lalu, aku mencitrakan diri sebagai mata duitan dan sang putra mahkota sebagai klien VVIP dengan prioritas nomor satu.

Hasilnya, diriku pun diberi pangkat kapten kelas tiga dengan satu kompi tentara untuk rencana hari ini.

“Kapten, musuh terlihat.”

“Bagus. Apa itu adalah Host?”

“Kami belum tahu, mereka masih jauh di depan sana.”

“Lupakan. Gak penting siapa mereka …,” kataku yang kemudian mengeluarkan mutiara long lalu merapal kubah pelindung raksasa, “Long, Kubah Kristal!”

“Ka-kapten?”

“Tidak usah kaget, ini kekuatan artefak andalanku.” 

Bakal berabe kalau diriku sampai ketahuan bisa merapal mantra semenakutkan kubah berdiameter besar ini, jadi jalan paling aman adalah dengan menunjukkan mutiara long dan menyebutnya artefak di hadapan semua orang. 

“Dengan ini, belakang dan samping kita takkan tertembus—”

“Hebaaat!” Sorakan para prajurit selalu nyaring, bagus buat menaikan moral. “Kapten, Kapten, Kapten ….”

*** 

Lihat selengkapnya