Aku memang patut bersyukur karena Allah sudah memberikanku penglihatan, namun kadang aku sulit menerima kenyataan kalau penglihatanku ini harus ditebus dengan kehilangan Bimo. Tapi begitulah rencana Tuhan yang tidak pernah aku ketahui, tidak ada rencana-Nya yang tidak baik, itulah rahasia hidup yang harus aku yakini.
Bahkan pertemuanku dengan Bimo dua tahun yang lalu, tidak terlepas dari rencana-Nya. Tuhan tidak cuma mempertemukanku dengan Bimo, Tuhan juga menjadikan Bimo sebagai perantara kornea matanya agar aku bisa melihat. Pertemuan yang tidak sengaja, yang penuh cinta dan kehangatan. Seringkali Bimo menyisipkan ucapan yang sarat makna, yang menggugah perasaanku.
Kata-kata itu sangat menguatkan dan menajamkan batinku dalam menjalani hidup, yang mengajarkanku menghadirkan Tuhan dihatiku, dalam setiap niat saat aku ingin melakukan sesuatu. Tuhan dengan sengaja mengirimkan Bimo untukku, meskipun tidak untuk selamanya, sesaat kehadiran Bimo itu sudah sangat memberikan arti bagi perjalanan hidupku.
Aku sengaja menuliskan apa yang aku alami, dan aku rasakan, agar setiap orang bisa mengambil manfaat dari semua itu. Dan agar aku bisa mengevaluasi diri apa saja dari yang sudah aku tulis bisa diambil menjadi pelajaran. Pertama aku mengenal Bimo aku memarahi Bimo yang sudah lancang memegang tanganku.
Padahal saat itu dia sedang berusaha menyelamatkanku, yang hampir saja kejeblos got yang menganga ditengah guiding block yang aku lalui. Bimo yang kebetulan melintas di trotoar yang sama, dia dari arah yang berlawanan denganku. Aku tidak pernah mengira kalau jalur guiding block ada yang tidak aman.
Ketika aku nyaris terperosok, Bimo buru-buru menarik tanganku, aku sangat kaget, aku marahi Bimo yang sudah menarik tanganku. Dengan perasaan bersalah, Bimo menjelaskan padaku, bahwa didepanku ada lobang yang terbuka cukup dalam. Aku terus marah sama Bimo meskipun ia sudah meminta maaf, hebatnya lagi meskipun aku terus ngedumel, ia terus mengikutiku.
"Maaf ya mbak, saya sudah lancang memegang tangannya"
"Enak aja minta maaf, gak sopan kamu itu" Aku terus ngedumel sambil menyusuri Trotoar.
Bimo terus mengawasi ku dari belakang. Aku gak tahu kalau didepanku ada tiang listrik, karena guiding block-nya pas ketemu tiang listrik, lagi-lagi Bimo menarik tanganku.
"Kamu ngapain sih ngikutin saya terus, mau niat jahat ya?
"Astaghfirullahal'adziim mbak, Demi Allah mbak"
"Jangan panggil saya mbak, emang saya embak-embak" Hardik aku lagi.
"Kamu panggil saya Aini aja, nama kamu siapa?
"Saya Bimo, kamu mau kemana?
"Aku cuma mau jalan-jalan aja, untuk merasakan gerak kehidupan disekitar kita" Aku mulai agak kalem.
"Boleh saya temani kamu?