Pagi itu mas Ganden datang kerumah, disamping ingin menjemput dan mengantarku ke kantor, mas Ganden memang ingin ketemu ayah. Kami ngobrol bertiga dengan ayah, mas Ganden sangat pandai mengambil hati ayah, sehingga ayah begitu asyik ngobrol dengan mas Ganden,
"Yah kemarin saya baca salah satu novel karya ayah, yang berjudul, " Bisikan Tuhan" yang isinya sangat religi filosofis" ucap mas Ganden
"Menurut kamu gimana isi novel itu? Tanya ayah
"Kalau ayah gak keberatan aku ingin bikin film nya, ayah boleh gak? Karena kalau divisualkan isinya, akan sangat menggugah penonton"
"Ayah gak yakin ada penontonnya, karena pesannya sangat berat, dan kamu harus menggarapnya secara idealis, kalau gak ayah gak mau" ucap ayah dengan tegas
"Saya coba bikin sinopsis film nya dulu yah, dan akan cari produser yang serius mau mengeluarkan anggaran untuk itu, kalau ada yang mau, saya akan garap sungguh-sungguh" jawab mas Ganden meyakini ayah
Ayah sepertinya respek dengan mas Ganden, karena mas Ganden tidak grasa-grusu, seperti mas Ganden mengenal karakter ayah dari karya buku yang dibacanya. Sehabis sarapan, kami pamit sama ayah dan ayah menawarkan mas Ganden untuk sering ngobrol dengannya.
Dengan senang hati mas Ganden menerima tawaran ayah, hal itu diucapkannya saat kami dalam perjalanan ke kantorku,
"Aini, pintu pertama buatku sudah terbuka, mas tinggal mengetuk pintu kedua" ujar mas Ganden sambil nyetir
"Pintu kedua maksudnya apa mas?" tanyaku penasaran
"Pintu kedua itu, ya pintu hati kamu, mas kan belum pernah mengetuk pintu hati kamu" jawab mas Ganden sambil menatapku