Dua hari sebelum shooting iklan, aku menghadap mas Ovan, aku menemuinya di ruang kerjanya. Mas Ovan seperti sudah tahu apa keperluan aku, dia menyambut kehadiranku dengan dingin, aku berusaha untuk bersikap seperti biasanya, aku yang membuka pembicaraan terlebih dahulu,
"Mas Ovan benar, aku sepertinya memang sulit untuk membagi waktu, antara bekerja dengan shooting" aku mengawali pembicaraan dengan mas Ovan
"Aini, kamu bicara to the point aja, toh saya sudah tahu kemana arah pembicaraan kamu" ucap mas Ovan sedikit sinis
"Ya mas, point-nya aku mau segera menikah, dan itu yang menjadi alasan utama aku mau resign"
"Nah gitu kan jadi jelas, kalau kamu sudah bilang gitu, artinya saya tidak bisa menahan kamu, yang perlu saya tanyakan adalah, kapan kamu mau resign?" Ucapan mas Ovan semakin menajam
" Sebelum mas Ovan dapat pengganti aku, aku akan tetap bekerja mas" aku coba kasih penawaran
"Gak perlu Aini, biarlah itu menjadi tanggung jawab saya, gak ada masalah kok"
"Siap mas, aku akan segera bikin surat pengunduran dirinya, aku pamit dulu mas" aku langsung keluar dari ruangan mas Ovan.
Diluar ruangan, beberapa teman aku sudah menunggu, ingin tahu apa keputusan mas Ovan, aku ceritakan semuanya sambil jalan keruangan kerjaku. Ingrid kelihatan agak sedih begitu tahu aku sudah mengajukan resign pada mas Ovan.
Ingrid juga ingin resign, cuma aku bilang jangan barengan resign-nya, nanti dikira aku yang pengaruhi. Sebetulnya, aku memang tidak masalah selama bekerja di kantor itu, semua baik dengan aku, bahkan sangat mengapresiasi hasil kerja aku, masalahnya semua dari aku, karena aku ingin profesional, dan aku sudah tidak bisa membagi waktu.
Kadang dalam hidup, kita dihadapi pilihan yang sulit, keimanan dan mindset kitalah yang menentukan, mana pilihan yang benar, dan mana yang salah. Semua akan ditentukan oleh waktu pada nantinya. Aku merasa pilihan yang aku ambil adalah pilihan yang benar, karena ada yang lebih aku bela, dari pada karir aku sendiri.