BAB VI
Tahukah kamu, apa itu sihir? Sihir adalah perbuatan yang sangat terkutuk dan jahat dilakukan manusia. Manusia yang melakukan sihir biasanya melakukan perjanjian, bekerja sama dengan setan atau jin untuk mencelakai, menyakiti, bahkan bisa juga sampai menghabisi nyawa manusia yang menjadi target atau sasarannya. Banyak ilmu sihir dipelajari manusia lalu diaplikasikannya oleh dukun atau paranormal yang berhati sangat jahat. Dengan ilmu hitamnya, mereka siap mentransfer kejahatan gaibnya itu kepada sasaran yang dituju. Namun bagi Kadir sihir itu bisa dilakukannnya sendiri, dipelajarinya sendiri setelah ia sudah mengetahui dasarnya dengan jelas. Dan itu adalah sebuah ilmu yang pernah diperolehnya setelah ngalap berkah bersama para peziarah lainnya. Ilmu itu bernama Pet Sekrepet yang diperolehnya dari gunung Arjuna saat dirinya mondok bersama Syakib temannya di Jawa Timur. Namun karena ia jarang mengikuti proses belajar di Pondok bahkan menentang Kyainya saat dinasehati akhirnya pimpinan Pondok Kyai Maslan mengembalikannya Kadir yang belum genap berusia 18 tahun itu kepada orang tuanya di Pandar. Kyai Maslan menilai jalan mencari ilmu Kadir sudah dianggap keliru, melenceng. Namun keesokan harinya Kadir balik lagi tapi tujuannya bukan ke Pondok tapi ke Petilsan Eyang Semar di gunung Arjuna. Di tempat wingit itulah ia makin memperdalam ilmunya ajian Pet Sekrepet tapi juga ilmu lainnya yang bisa mencelakakan orang yang tidak disukainya baik yang berhubungan langsung maupun pesanan dari orang lain, tentunya dengan imbalan komersial.
Kadir belajar ilmu hitam tidak sendirian tapi ada beberapa orang yang menjadi kelompok teman barunya, termasuk anak yang baru dikenalnya waktu kemping bersama Syakib. Himpunan kelompok ngalap berkah di Petilasan Eyang Semar ini dipimpin oleh seorang guru tiwikrama bernama Eyang Sabrang yang selalu bersungguh-sungguh, setia mendengarkan keinginan belajar muridnya agar kelak berharap muridnya bisa pintar seperti dan sakti seperti dirinya. Banyak dari para pemburu ilmu kesaktian khususnya Jawa Timur datang ke sini, bukan hanya dari kalangan masyarakat biasa, tapi ada pula dari kalangan tertentu yang memiliki tugas pengamanan. Para murid yang siap ngalap berkah ilmu hitam itu berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur dan luar Jawa Timur telah siap di wilayah pertapaan ritualnya di dalam Sendang Dewi Kunthi di gunung Arjuna.
Kadir nampak menikmati tempat-tempat itu termasuk beberapa tempat keramat yang menjadi energi untuk mengolah ilmu kanuragan, ilmu hitam, sihir, dan santetnya. Semula Syakib mentolerir ajakan Kadir untuk mengikuti belajar ilmu di sana, tapi lama kelamaan ilmu yang diikuti dan diserapnya sangat bertentangan dengan batinnya meskipun yang memberikannya adalah seorang Kyai tapi lebih menjurus ke ajaran syirik. Akhirnya ia kembali meneruskan mondoknya menggali ilmu Ketauhidan dan mengaji melalui bimbingan Kyai Maslan. Para santri di Pondok tersebut juga diajari berniaga sesuai bakat dan kemampuannya. Ada yang bekerja menjaga warung koperasi Pondok, beternak bebek dan bercocok tanam di sawah. Sebaliknya jika di tempat perguruan Kadir mereka hanya diajari ilmu hitam semata sampai ia mahir mendapatkan ilmunya ajian Pet Sekrepet, yaitu sebuah ilmu untuk meluluhkan hati seorang perempuan yang disukainya.
“Jika kamu ingin menguasai ilmu Pet Sekrepet maka jiwamu juga tidak lepas dengan melakukan hubungan seks dengan perempuan yang kamu inginkan.” kata Eyang Sabrang di malam purnama ke sepuluh. Ia duduk perkasa di atas batu besar beratapkan bebatuan gunung Arjuna. Di leher Eyang Sabrang bergelantung seekor ular belang telon sebesar paha menemaninya. Suasana hutan Arjuna sangat lengang kecuali suara makhluk-makhluk malam yang muncul dengan idiom habitatnya masing-masing. Jika yang terdengar adalah burung-burung hantu dan, kelelelawar atau jengkerik sudah biasa, tapi jika yang bersuara adalah lelembut, makhluk gaib penghuni gunung Arjuna itu yang jadi luar biasa buat Kadir dan teman-teman seperguruannya yang sebagian besar masih perjaka atau belum kawin di usia tua. Semula Kadir dan murid Eyang Sabrang yang rata-rata memakai jaket merasa merinding mendengarkan suara-suara ganjil itu tapi lama kelamaan sudah biasa, berani, menyatu dengan habitatnya meski tubuh agak menggigil menahan dingin. Di dinding Sendang suasananya agak temaram karena hanya diterangi obor-obor yang mengelilingi Sendang.
“Eyang Sabrang, nuwun sewu. Saya ijin bertanya Eyang,” kata salah seorang muridnya.
“Apa yang kamu ingin tanyakan, Parto?” tanya Eyang Sabrang.
“Yang dimaksud hubungan seks dengan perempuan itu bukan dari istri sendiri?” tanya Parto. Parto ini adalah laki-laki muda yang pertama kali memperkenalkan Kadir di dunia gaib. Ia bertemu Kadir saat kemping di gunung Arjuna.
“Sekehendakmu apa yang kamu inginkan. Dengan kamu melakukan hubungan seks bebas dengan perempuan manapun setiap hari, maka ilmu atau ajianmu Pet Sekrepet akan semakin ampuh dan sakti,” beber Eyang Sabrang. Parto mengangguk-angguk. Kadir yang duduk di sebelahnya tersenyum-senyum sambil memegangi lutut Parto.
“Enak, kita disuruh main seks bebas sama perempuan siapapun.” bisik Kadir ke telinga Parto. Parto tersenyum memegangi pundak Kadir.
“Nah, untuk menguji kesaktian kalian masing-masing, kalian semuanya nanti akan melakukan seks ritual dengan Putri Sendang Dewi Kunthi.” titah Eyang Sabrang.
“Wow…..” seru muridnya serentak.
“Pastinya dia cantik rupawan, ya Eyang,” kata Kadir menatap Parto antusias mendengarkan.
“Iya, cantik sekali. Dia adalah keturunan dari Dewi Khunti penghuni Sendang sini.” Lanjut Eyang Sabrang. “Tapi…..”
“Tapi ap,a Eyang?” sela Parto tidak sabar.
“Ia berbadan ular bersisik tebal,” lanjutnya dengan suara menggeram harimau. Semua murid-muridnya sontak terpanah, saling pandang, begitu juga Kadir dan Parto. Dua pemuda itu bingung, bengong, begidik. Keduanya tidak membayangkan apa jadinya jika ia nanti berhubungan badan dengan seorang putri cantik titisan dewa tapi berbadan ular.
“Kenapa kalian diam!” bentak Eyang Sabrang. Suaranya mengaum menggema, memantul di dinding gunung. Mukanya merah api setengah membara. Semua terkaget-kaget dan heran melihat Eyang Sabrang bisa murka seperti itu. Karena selama ini yang dilihatnya adalah keramahannnya, kelembutannya apabila bertatap muka dengan muridnya.
“Kenapa Eyang Sabrang mendadak garang?” bisik pelan Kadir.
“Hay, kamu Kadir kenapa berbisik-bisik. Apa kamu tidak mau melakukannya dengan Putri Sendang?” tanyanya sambil menunjuk-nunjuk dengan kepala ular yang dari tadi berlayutan di atas lehernya.
“Saya siap, Eyang.” Mulutnya geragapan, memendam takut.
“Siap apa?!” bentaknya.
“Siap bersetubuh dengan Putri Sendang.” jawabnya nggereweli.
“Kenapa nadamu bergetar, Kadir? Kamu masih takut? “ Memandang Kadir lalu beralih ke Parto.
“Kamu, Parto? Apakah kamu?” tudingnya.
“Tidak, Eyang.” Jawab Parto berdusta. Ia pura-pura tegar.
“Ingat semua muridku yang ada di sini. Pada malam purnama ke sepuluh ini, saatnya Putri Sendang Dewi Kunthi lagi puncak-puncaknya bergairah melakukan seks ritual kepada setiap perjaka.” kembali suara Eyang Sabrang mengaum. Ia menatap muridnya satu persatu.
“Hubungan seks ini merupakan salah satu syarat dan ikatan perjanjian dengan Putri Sendang agar keinginanmu meraih ajian Pet Sekrepet terkabul.” Titah Eyang. Muka para muridnya kelihatan tegang. Perasaan Parto dan Kadir pun dirundung resah tidak nyaman. Lebih-lebih ketegangan yang dirasakan Parto. Ia tidak menduga sebelumnya bahwa untuk mendapatlkan ilmu Pet Sekrepet ini tidak semudah yang dipikirkannya. Mulutnya masih bergetar.
“Ngapunten Eyang, kalau misal saya mau mengundurkan diri keluar dari Sendang ini, apa diperbolehkan?” tanya Parto memberanikan diri, suaranya bergetar, tubuhnya menggigil dingin. Eyang Sabrang mendengarnya tertawa selebar-lebarnya. Tapi matanya melotot merah darah melihat muridnya kebimbangan terkhusus Parto.
“Jangan coba-coba kamu mau keluar dan turun dari Sendang ini. Seekor ular raksasa sebesar pohon kelapa akan menghadangmu melipatmu hingga remuk berantakan.” ancamnya. Ditatapnya kembali wajah-wajah murid yang kelam keraguan, pucat tak berdarah.
“Tadi kalian semuanya bilang tidak takut. Sekarang wajah-wajah kalian layu seperti kehabisan darah!” Eyang Sabrang berdiri, tubuhnya jangung kurus berjalan perlahan menghampiri muridnya satu persatu. Suara binatang malam di luar bersahutan timpal menimpal menambah suasana ketegangan di di dalam Sendang.
“Apakah kamu siap, Parto?!” tanyanya saat di depan Parto. Parto mengangguk berat.
“Siap, Eyang Sabrang.” jawabnya menunduk.
“Tatap wajahku!” Eyang Sabrang menarik dagunya, wajahnya menengadah mengahadapnya.
“Jika saat kamu melakukan ritual seks nanti perasaanmu masih ragu-ragu, masih takut, maka kamu pasti akan dimakan dan ditelan mentah-mentah oleh Putri Sendang.” Eyang Sabrang mengingatkan. “Ingat! Pesan saya ini juga untuk kamu Kadir dan yang lainnya yang sudah terlanjur ngalap berkah di sini!” ingatnya kembali.
“Siap, Eyang…..” sahut muridnya serempak.
“Pasrahkan diri kalian semuanya untuk menyatukan diri dan menikmati ritual seks dengan Putri Sendang!” teriaknya mengaum. Tiba-tiba Eyang Sabrang menghilang entah kemana bersamaan dengan matinya beberapa obor yang ada di dinding Sendang. Di atas batu besar muncul titik putih terang mengkilat cahayanya memantul ke dinding Sendang. Titik putih itu membesar dan semakin semakin membesar benbentuk segitiga. Ternyata titik itu adalah sebuah mahkota mengkilau, bertahta di atas kepala Putri Sendang. Wajahnya cantik sekali, hidungnya mancung matanya bulat lentik. Jika pernah melihat Nyi Roro Kidul penguasa laut Selatan Jawa maka mungkin Putri Sendang pantas sekali jadi anaknya. Suasana semula gelap kini menjadi terang oleh kilauan cahaya mahkota bermanik-manik berlian. Tapi Putri Sendang itu tidak berbadan utuh. Semua murid terpanah, terpesona sekaligus merinding melihatnya. Karena meski wajahnya cantik menawan, Putri Sendang tidak memiliki dada dan payudara, paha dan kedua kakinya, kedua tangannya pendek mengingatkan tangan pada biawak atau komodo, berkuku panjang membentuk cakar. Badannya panjang sekira 5 sampai 6 meter dipenuhi sisik berwarna coklat kehitaman mengkilat.Ujung bandannya runcing membentuk ekor.