Matahari Terbenam bersama Cinta

Sarah Teplaka
Chapter #3

Cermin Palsu #3

Sekembalinya Dara dan Anton dari bulan madu mereka berdua, setumpuk pekerjaan sudah kembali memanggil Dara ke sekolah tempatnya mengajar. Lelah dipundaknya, Dara tampik karena loyalitasnya yang besar terhadap pekerjaan yang sudah ia geluti sebelum menikah dan menjadi guru merupakan impian yang ia selalu menghiasi isi kepalanya.

Dara menyandang tas ransel merah dipundak dan bersiap berangkat, ia menatap Anton yang masih sibuk mengecek gawai canggihnya itu, sapaan dan salam perpisahan dari Dara tak Anton gubris sama sekali namun Dara mulai memahami Anton itu, ia tak lagi memusingkan hal itu dan berjalan meninggalkan rumah dengan segera.

***

Sinar mentari pagi telah menyambut Dara dengan lembut, ia mempercepat langkah kakinya. Senyum dan sapa, ia lempar ke anak didik yang ia temui di jalan. Belum lagi ucapan selamat yang membanjiri Dara sejak ia memasuki gerbang sekolah. Wajah merah merona menghiasi kecantikan si guru muda itu.

Langkah kaki begitu mantap memasuki ruang guru lantai dua.

Dara menatap lembaran jadwal yang tertempel di dinding ruang kerjanya dengan pandangan kosong. Sejak pagi hari, ia telah memulai rutinitasnya dengan semangat. Belajar bersama murid-murid, merancang pelajaran, dan menyiapkan materi telah memakan seluruh energi dan konsentrasinya. Namun, saat matahari mulai meredup, rasa lelahnya perlahan berubah menjadi kekosongan yang menyelimuti seluruh jiwa dan raganya.

Sejak menikah dengan Anton, segala sesuatu menjadi jauh berbeda. Kesibukan sebagai guru yang menuntut ketelitian dan dedikasi yang tinggi menyisakan sedikit waktu untuk urusan rumah tangga. Rumah yang dulu ia anggap sebagai tempat yang menenangkan, kini terasa seperti labirin yang penuh dengan beban dan kerumitan. Setiap sudutnya terasa semakin penuh sesak dengan tuntutan-tuntutan yang tak pernah berhenti.

Sore itu setibanya di rumah, Dara sudah dihadapkan dengan tumpukan baju yang menumpuk, oleh-oleh liburan mereka. Mata Dara tak sanggup melihat baju yang mengunung itu namun ia tak punya pilihan selain mencuci semua hingga bersih.

Tumpukan selesai maka terbitlah debu di seluruh rumah, setelah ditinggal beberapa hari. Belum hilang penat dan lelah setelah aktivitas di pagi hari tadi, tangan Dara sudah bersiap untuk menyapu seluruh rumah. Dara mempercepat tangan dan kakinya untuk bergerak, ia masih memiliki satu tugas lagi yaitu menyiapkan makan malam untuk Anton. 

Benar saja, belum juga Dara selesai menyapu halaman rumah, Anton sudah datang. Mobil merah itu masuk ke dalam garasi. Mata Dara tak berkedip sama sekali, ia tak menyangka kalau Anton akan pulang secepat ini.

Anton menatap Dara yang mematung itu, ia menggelengkan kepalanya seraya berjalan mendekati isterinya itu, "Seharusnya kamu langsung datang dan bawa masuk tas kerjaku ini, kenapa malah bengong begitu?"

Dara makin terdiam, ia mencoba mengulang perkataan Anton yang baru saja keluar dari mulut suaminya itu, wajah datar itu membuat ia bingung. Perasaan nyeri di dalam dadanya begitu terasa saat ini, hingga membungkam mulut Dara. Rasa lelas di pundaknya semakin menjadi-jadi saat ini. Ia menaruh sapu perlahan lalu mengekor Anton tepat dibelakangnya.

"Kamu itu pulang duluan, masa baru mulai beberes sekarang sih," keluh Anton seraya meletakkan tas kerjanya di atas sofa, "kerjamu itu dari tadi apa?" Dara hanya diam saja, tak ada satu katapun yang terucap. Penat serta lelah semakin tak tertahankan saja, ia ingin sekali menjawab pertanyaan yang dilontarkan Anton namun rasanya energinya tak ada lagi untuk berdebat dengan Anton saat ini.

"Makanya jangan main hape terus," tandas Anton lagi seraya berjalan masuk ke dalam kamar. Anton membuka lemari, menarik sebuah handuk disana lalu mulai masuk ke dalam kamar mandi. Dara menyeka keringat yang telah membanjiri paras cantiknya itu.

Di dalam kamar mandi, Dara masih bisa mendengar suara keluhan Anton itu, ia ingin menutup telinganya rapat-rapat namun sayang, ia sudah mendengar seluruh keluh kesah itu.

Hari ini Dara lalui dengan wajah masam diakhir hari, ia ingin menumpahkan seluruh cerita bahagia di hari ini namun ia tahan. Tak ada daya untuk membuka mulut dan tersenyum manis saat ini.

Lihat selengkapnya