Blurb
Anak tidak bersuku!
Orang buangan!
Pendatang!
Kata-kata itu menjadi makanan sehari-hari Rinai saat di sekolah, surau dan tempat bermain.
Terlahir dari pasangan berbeda etnis, membuat dia sering didiskriminasi penduduk lokal, tetapi bukan Rinai namanya, kalau tidak bisa mencari jalan keluar dari masalah yang dia hadapi.
Rinai semakin terjepit ketika ayahnya wafat. Dia tidak memiliki tongkat untuk bergantung lagi, tidak punya payung untuk berlindung.
Namun, di saat dia hampir putus asa, ayahnya ternyata sudah menyiapkan bekal untuk Rinai menghadapi keluarga besarnya yang memegang prinsip Matrilinielisme.