Matrealistis

Peetarii
Chapter #11

Penguntit

Setelah matanya menangkap sosok Resa yang tengah melambaikan kedua tangannya di antara banyaknya lalu lalang siswa di kantin, Aura segera menghampiri cewek itu dan mempercepat langkahnya.

"Gimana ceritanya Barra bisa nanyain gue?" tanya Aura setibanya di depan Resa.

Resa yang tahu bahwa Aura penasaran hanya cekikikan. "Santai dulu dong." Resa kemudian mengelus perutnya dengan wajah melas. "Laper, Ra. Biasanya kalo perut gue laper, gue nggak bisa ngomong banyak apalagi cerita."

"Ya lo pesen makan dulu lah," ujar Aura.

Raut wajah Resa menjadi masam. "Masalahnya gue tadi dipalak si Beti gara-gara gue nunggak bayar uang kas selama satu bulan. Padahal itu jatah jajan gue buat dua hari."

Aura mengangkat kedua alisnya mendengar penjelasan panjang Resa. "Terus?"

"Gue laper, tapi gue nggak punya duit," keluhnya. Resa melirik Aura, lalu tiba-tiba nyengir. "Traktir gue, ya," katanya tiba-tiba. "Yaa... anggap aja sebagai DP karena gue mau bantuin lo biar bisa deket sama Barra."

Aura hanya bisa memutar bola mata malas atas sikap Resa yang sedikit perhitungan ini. Untungnya sebelum ke kantin ia sudah memakan bekal yang diberikan Marsel tadi pagi.

Awalnya Aura ingin sedikit berhemat agar tidak terlalu banyak jajan dikantin, tapi sepertinya hari ini uang selembar berwarna ungu harus lenyap untuk mentraktir cewek di depannya ini.

"Kalo lo nggak ma-"

"Gue traktir mie ayam satu mangkok," putus Aura pada akhirnya.

Resa mengangkat kedua jempolnya. "Okeee hehe." Setelahnya, ia segera berlalu dari sana untuk memesan semangkuk mie ayam.

***

Aura menyangga dagunya dengan malas, menunggu Resa yang lahap memakan makanannya.

"Aah kenyaangg," ujar Resa menepuk perutnya.

"Sekarang lo bisa cerita, kan?" tanya Aura yang sedari tadi sudah bosan menunggu.

Resa mengangguk, lalu membenarkan posisi duduknya. Ia berdeham. "Jadi gini ... jadi kemarin ituu ... em ... gue mulai dari mana ya," katanya kebingungan.

"Kalo gitu intinya aja deh, gimana bisa dia nanyain gue?" tanya Aura tak sabar.

"Gue nggak tau juga, sih. Kemarin pas gue di jalan, tiba-tiba dia nyamperin gue, terus bilang gini, 'lo tau Aura di mana?' kayak gitu."

"Terus lo jawab apa?"

"Gue?" tunjuk Resa pada dirinya sendiri. "Gue terpesona sama bibirnya, Ra," ujarnya mengingat kembali kejadian kemarin saat bertemu Barra.

"Hah?" bingung Aura.

Resa mengerjap saat pikirannya melayang pada hal yang tidak-tidak. Ia segera mendekatkan kursinya ke arah Aura. "Sumpah, Ra. Jujur, gue nggak boong, Barra dari deket gantengnya parah Ra, udah kayak cowok-cowok yang sering gue baca di wattpad tau nggak, sampe-sampe gue nggak bisa ngedip liatin dia. Uhh, pokoknya tipe cowok idaman banget, Ra. Gue yakin cewek-cewek di sekolah bakalan iri kalo lo pacaran sama Barra. Kayak di wattpad-wattpad gitu, Ra."

Aura menghela napas. Halunya keluar, kan.

"Terus lo bilang apa ke dia?"

Resa menggeleng. "Nggak tau, tau-tau dia udah ngilang aja."

"Kebanyakan nge-halu, sih lo, makanya ngilang."

Resa cengengesan. "Hehe! Lo, kan tau kalo gue nggak tahan deket cowok-cowok ganteng, itu juga untung gue nggak serangan jantung dadakan tau."

Aura hanya mengangguk-angguk malas.

Lihat selengkapnya