Resa dan Aura sedang duduk berhadapan. Pikiran keduanya melayang, seolah tengah memikirkan berbagai spekulasi.
"Lo bohong, ya, Res."
Resa menatap Aura putus asa. Rupanya Aura masih belum percaya terhadapnya. "Ya ampun, Ra. Ini udah ke lima belas kalinya lo ngomong kayak gitu," katanya. "Seriusss, Ra. Gue nggak bohong. Sumpah. Rela deh gue disamber gledek kalo gue bohong."
"Cuaca lagi terik gini mana ada gledek," balas Aura.
"Tapi beneran, Ra. Gue nggak bohong, kemarin Barra emang nyariin lo."
"Tapi buktinya, gue samperin langsung dia nggak bereaksi apa-apa, malahan gue ditinggal di toilet."
Resa menghela napas lelah. "Kalo itu gue nggak tauu ...." Resa mengerjap menatap Aura. Ada sesuatu yang janggal. "Em ... tadi lo bilang apa? Toilet?"
"Iya."
"Lo sama Barra di toilet?" tanya Resa dengan mata membulat.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh," kata Aura menghentikan pikiran Resa yang pasti sudah ke mana-mana. "Gue sama dia nggak ngapa-ngapain."
"Terus?"
"Gue cuma mau mastiin kalo dia beneran nyariin gue, dan kenyataannya dia bahkan nggak tau sama sekali sama gue."
Resa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung. Tidak tahu apa yang harus dijelaskan pada Aura saat Barra sendiri justru mengatakan hal yang berbeda dengan apa yang dicarinya kemarin sore. Padahal Resa mendengar jelas bahwa cowok itu mencari seseorang bernama Aura. Atau ia salah dengar?
Keduanya kembali pada pikiran masing-masing. Sama-sama bingung. Sama-sama heran dan juga penasaran.
Resa melirik Aura. "Ra," panggilnya.
"Hm."
"Gimana kalo besok kita samperin ke kelasnya," saran Resa.
"Mau ngapain?"
"Kita cari kejelasan."
Aura menggeleng tidak setuju. "Nggak. Malahan dikira kita cewek aneh. Makin susah gue dapetin tuh cowok."
"Terus gimana?"
Aura mengedikan kedua bahunya.
Beberapa detik berselang, suara ketukan pintu kamar membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Tidak lama pintu terbuka dan menunjukan seorang wanita paruh baya, dia Tante Maya, mamanya Resa.
"Resa, Mama keluar dulu ya, mau arisan sekalian mampir ke rumahnya temen Mama."
Resa mengangguk. "Aku nitip beliin cemilan ya, Ma."
"Iya." Tante Maya menatap Aura. "Aura betah-betah ya di sini, anggap aja rumah sendiri."
Aura mengangguk. "Iya, Tante."
Tante Maya pamit, dan pintu kembali ditutup.
Suara pesan masuk memecah keheningan di ruangan itu. Resa mengambil ponselnya, dan sesaat kemudian matanya membulat dengan kernyitan di dahi.
"Ra," panggil Resa. "Marsel chat gue."
"Hah?"
Resa menunjukan pesan Marsel ke depan mata Aura. "Dia nanyain lo."