Matrealistis

Peetarii
Chapter #3

Marsel

Awalnya Aura ingin membawa Marcel ke rumah sakit, tapi pria itu menolaknya mentah-mentah. Yang Aura tahu, Marcel memang sangat membenci rumah sakit. Aura tidak tahu alasan apa yang membuat Marcel membenci tempat itu dan yang jelas Aura tidak ingin tahu-menahu tentang pria itu. Bahkan, Aura sekali pun tidak pernah menjenguk Marcel saat tahu bahwa pria itu masuk rumah sakit karena dikroyok.

Aura tahu, bahwa sebagai pacar ia seharusnya merawat Marcel yang sedang dalam keadaan sakit, tapi ia justru tak peduli karena merasa itu adalah karena kesalahan Marcel sendiri, bukan karena dirinya.

Sudah tiga bulan semenjak Aura pindah sekolah karena suatu alasan. Dan selama tiga bulan itu Aura seperti terbebas dari dalam sangkar burung yang selama ini mengurungnya, mencegah Aura untuk terbang bebas bersama burung-burung lainnya. Tapi, kebebasan itu hanya sementara, sebelum akhirnya tadi pagi, saat Aura sedang menikmati sebungkus camilan sambil menonton film kartun yang sering tayang di akhir pekan, Marcel mendatangi rumah Aura.

Pagi itu adalah pertemuan pertama mereka setelah tiga bulan hanya bisa berkomunikasi melalui ponsel, meskipun selalu Marcel yang lebih dulu menghubunginya.

Aura tidak tahu darimana Marcel bisa tahu rumah barunya. Aura sudah menutup rapat-rapat tentang alamat rumahnya itu, bahkan teman dekat di sekolah lamanya pun tidak tahu-menahu bahwa Aura sekarang sudah pindah dari rumah mewahnya dulu.

Mulai sekarang Aura harus hati-hati, karena sepertinya Marcel mempunyai banyak koneksi untuk mengetahui segala hal tentang dirinya.

"Ternyata kamu perhatian juga, ya!" ujar Marcel, kedua bola matanya mengamati lekat-lekat wajah Aura yang sedang fokus mengobati luka di sudut bibirnya.

Saat ini mereka sudah berada di rumah Aura. Aura terpaksa membawa Marcel ke rumahnya, karena Marcel yang memaksa disertai sebuah ancaman yang selalu dipakai pria itu. Dan lagi-lagi Aura tidak bisa berkutik, ia hanya bisa menurut meski hatinya sudah bergemuruh ingin mencakar dan memukul Marcel.

Jika Marcel dalam keadaan baik, mungkin Aura sudah melakukannya seperti biasa. Marcel tidak pernah melawan jika Aura mencaci maki dan memukul pria itu, karena Marcel pernah bilang 'kalo kamu marah, kamu bisa caci aku, pukul aku, tendang aku, tampar aku, jangan ditahan-tahan, karena aku nggak akan pernah ngelawan. Aku yakin, setelah itu kamu akan merasa lebih baik.'

"Aku suka kamu yang lagi marah-marah, tapi aku lebih suka kamu yang kayak gini." Marcel kembali bersuara.

Semenjak kejadian di mana ia mengungkapkan perasaannya, sikap Aura menjadi dingin dan juga ketus terhadapnya. Marcel tidak pernah melihat Aura seperhatian ini sebelumnya. Marcel tahu, bahwa sejak awal Aura hanya memanfaatkannya, ia tidak peduli akan hal itu, ia rela memberikan apa saja untuk Aura asalkan ia bisa terus bersama gadis dihadapannya itu.

Jika saja Marcel tidak menggunakan cara licik, mungkin Aura sudah pergi meninggalkannya. Sebenarnya Marcel juga tidak ingin menggunakan cara kotor seperti itu, tapi apa boleh buat. Marcel akan melakukan apapun untuk membuat Aura terus berada di sampingnya.

Orang-orang yang sedang dikuasai oleh cinta terkadang memang sering bertindak bodoh hanya untuk memenuhi keegoisannya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Seperti yang dilakukan Marcel saat ini.

Saat ini Marcel tengah dilanda mabuk cinta. Ia tidak pernah mencintai seseorang sampai seperti ini sebelumnya. Hanya Aura yang mampu membuat Marcel bertekuk lutut.

"Apa aku harus terluka dulu biar kamu perhatian sama aku?"

"Kamu pake pelet apa sih, Ra? Sampai-sampai aku nggak bisa berpaling dari kamu." Marcel menghela napas, sedari tadi ia berbicara tak ada satu pun yang di respons oleh Aura. Marcel mencoba mencari cara agar Aura tidak terfokus pada luka di bibirnya, karena sebenarnya luka itu tak seberapa. Marcel berpura-pura kesakitan hanya ingin melihat reaksi yang diberikan Aura terhadapnya.

"Ra!" panggil Marcel.

Tidak ada jawaban apapun dari gadis itu.

"Aura." Marcel memandang bibir Aura sejenak, tidak ada tanda-tanda bahwa bibir itu akan mengeluarkan suara. "Gue sayang sama lo."

"Lo bisa diem nggak?" Aura kesal dengan Marcel yang dari tadi terus saja mengoceh tidak jelas.

Ternyata memang berhasil. Ungkapan perasaan bisa membuat Aura merespons.

Lihat selengkapnya