Mauliate Gendis
Sebagai perempuan berdarah jawa tulen yang dibesarkan di pulau jawa dengan adat istiadat yang masih kental terpelihara di keluarga ku, ditempatkan untuk mengajar di pulau sumatera khususnya di tanah batak membuat ku sedikit jiper, padahal aku punya jiwa petualang yang tidak biasa, panjat memanjat gunung itu bukan hal baru bagiku, berkemah mulai dari bumi perkemahan yang umum sampai ke hutan yang belum terjamah juga pernah aku dan teman – teman ku lakukan.
Bukan untuk terlihat keren atau sekedar memenuhi postingan media sosial ku agar banyak like dan paling hits seangkatan waktu itu, tapi lebih karena membersamai alam rasanya menjadikan diri lebih dekat dengan sang pencipta, merasa kecil di luas nya hamparan semesta ini. Menjadikan aku pribadi yang bisa menghargai sesama, alam, perbedaan dan hal – hal yang sebenarnya bisa di maklumi tanpa harus di perdebatkan, dan itu semua bisa kau dapatkan dengan membersamai alam.
Menjadi guru Bk alias Bimbingan Konseling bukan cita – cita ku sejak awal, itu pilihan kedua ku pada saat ujian masuk perguruan tinggi lima tahun yang lalu. Pilihan pertama ku tentu saja kedokteran, dengan alasan yang tidak bisa diterima akal pikiran ku saat ini, memilih jurusan itu agar terlihat keren dan kalau berhasil menembus fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada waktu itu pasti akan ada embel – embel waaaaw Gendis keren, pinter banget kamu bisa tembus disana Ndis, hanya berharap agar terlihat keren menjadi alasan utama ku saat itu.
Tetapi pandangan ku tentang terlihat keren berubah seiring berjalan nya waktu, apalagi pada saat aku mengetahui harus masuk ke jurusan yang menjadi pilihan kedua, buta apa yang harus aku lakukan dengan masuk di jurusan itu. Pernah terfikir untuk mundur saja dan menganggur setahun untuk mencoba peruntungan ku kembali di tahun berikutnya, tentu saja di jurusan yang terlihat keren itu, kedokteran. Tetapi ibu menasehatiku saat itu, kata – kata ibu hari itu membuatku mau tidak mau suka tidak suka harus tetap menyelesaikan apa yang sudah aku mulai meski dengan rasa kesal dan tak punya ketertarikan sedikit pun pada jurusan ini. “nduk, jadi kamu mau nganggur setahun ini, karena kamu gak suka sama jurusan kedua mu..?” ibu waktu itu menanyakan hal ini padaku, memastikan bahwasanya aku memang memilih menganggur karena jurusan itu tidak aku suka sama sekali aku memilihnya hanya berdasarkan intuisi asal saja daripada tidak ada pilihan kedua saat itu.
Aku hanya mengangguk saat itu pada ibu, aku kecewa karena tidak lolos kedokteran UGM, padahal aku menang di pilihan kedua di universitas yang sama tempat dimana aku memilih kedokteran sebagai pilihan utama. “nduk, kamu sadar gak..? banyak orang –orang diluar sana yang mati – matian mau kuliah, mungkin di jurusan mu ini. Tapi kamu bukan nya bersyukur malah....” ibu tidak melanjutkan kata – katanya waktu itu, ia hanya mengelus dada dan melihat ke arah bapak yang menyerahkan semua keputusan di tanganku. “Yo wes lah buk, kalau anak nya gak mau ya sudah toh, di paksa juga nanti malah nyusahi kita.” Aku melihat ke bapak yang menahan rasa kecewanya. Tetapi ibu tidak lah patah arang waktu itu. Ia kembali meyakinkan ku untuk lanjut dan mencobanya.
“Gini aja, kamu coba dulu setahun ini, kalau nanti kamu tetap gak mau nerusin kuliah mu di jurusan itu, yo wes sekarep mu.” ibu membuat ku kembali bersemangat waktu itu, itu artinya aku tidak perlu menerima ini dengan lapang dada tapi coba saja dulu. Dan tak ada satupun yang tahu rencana Allah bagi hidup kita. Tepat setahun aku kuliah di jurusan yang tidak aku sukai ini, aku jatuh cinta pada jurusan ini. Jadi apa yang orang katakan dulu kalau jangan membenci sesuatu karena bisa jadi kau akan mencintai nya suatu hari nanti, itu benar adanya. Aku mencintai jurusan ini, jurusan ini mengubah ku menjadi pribadi baru, mengubah pola pikir ku dalam melihat kehidupan dan masa depan.