Setelah lelah berkeliling, aku dan Rina memutuskan untuk memakan toge seperti yang Mai tawarkan padaku tadi, jika hari minggu ini pergi bersamanya maka ia akan mentraktir ku toge, tetapi ini bukan toge seperti yang aku bayangkan. Dan benar saja, toge disini itu lebih mirip cendol dengan tambahan bubur cendil lengkap dengan lupis dan tapai, rasanya beughhh belum pernah aku temui di kampung ku atau di Yogyakarta. Enak sekali dan ternyata ini bukan makanan khas Sidimpuan tetapi daerah Panyabungan. Satu waktu nanti aku ingin berkeliling juga ke Panyabungan. Memakan toge asli dari daerah asalnya, menurut Rina jarak nya sekitar satu setengah jam dari Sidimpuan jika di tempuh dengan mobil.
“Disini kalian rupanya, awak udah capek nunggu di mobil nyari – nyari kesana kemari.” Aku mulai hafal dengan suara ini, ya itu suara nya si Raja. Dengan wajah kesal ia duduk tepat di hadapan ku. “pesan kan aku satu Rin.” Ia memerintah sepupunya itu yang manut saja. Apa dia tidak bisa memesan sendiri apa yang dia mau kenapa harus lewat Rina. “Toge dak satu lagi.”Udak = Om dalam bahasa dareah setempat. Rina dengan pasrah hanya mengiyakan. Aku yang kesal melihat nya langsung saja berkomentar di hadapan nya.
"Tinggal pesan sendiri kok pake nyuruh – nyuruh segala.” Ia melihat ku yang kesal akan sikap nya barusan. “Ohh, lupa tadi seharusnya minta tolong mbak Gendis saja ya, kan kamu yang ada di depan aku.” Mendengar celotehan nya itu aku memilih diam dan mulai kehilangan mood ku untuk meneruskan memakan toge yang baru pertama kali ku cicipi ini. Tapi sayang sekali rasanya jika harus meninggalkan makanan ini hanya karena ia yang ada di hadapan ku. Aku tidak boleh kalah dengan sikap menyebalkan nya ini.
Setelah pesanan nya datang. Aku melihatnya yang mulai memakan toge yang sudah di pesan kan oleh sepupunya itu, rasa dari toge ini sendiri sangat khas sekali dengan manis gula aren yang pas, rasa tapai yang tidak terlalu menonjol membuat ku merasa tidak cukup satu mangkuk saja memakan nya. Tapi mungkin lain kali saja, aku tidak mau jadi bahan bullyan lelaki yang kini sedang menikmati toge di hadapan nya itu. Hempp, kali ini ku balas sikap mu kisanat, aku bergumam dalam hati. Ku taruh kedua tangan ku di pipi dan mulai menatap nya yang ada di hadapan ku dengan semangkuk toge. Ku pandangi ia tanpa berkedip sedikit pun. Ia yang mengetahui apa yang sedang aku lakukan. Melihat ku sejenak dan menghentikan suapan nya yang entah untuk keberapa kali nya. “Kamu mau cobain yang punya aku..?” tanya nya polos tanpa merasa sedikit pun grogi seperti yang aku harapkan.
Ternyata itu diluar dugaan ku sikap nya justru biasa saja, apa karena aku bukan tipe nya ya, seperti yang tadi ia sampaikan sebelum kami berangkat ke Sidimpuan ini. Jangan sampai kalah Gendis, jangan kan kalah draw saja aku tak mau. Aku semakin bersemangat untuk membuatnya tidak nyaman duduk di hadapan ku. Dan akhirnya memutuskan untuk berpindah ke tempat lainnya. “Terimakasih, tapi kita bukan muhrim kan..? jadi belum boleh satu sendok makan yang sama.” Kali ini ia akan menjawab apa jika dengan kalimat itu ia masih belum menyerah juga kita lihat seberapa mumpuni ia merangkai kata demi kata untuk membuat ku jadi keki di hadapan nya saat ini. “Tenang saja ,hari ini mungkin belum, lusa sudah bisa. Yakin sudah siap..?”